“Maka, tidak heran kalau kemudian muncul pandangan yang menilai konflik IDI dengan Terawan itu cenderung beraromakan persoalan personal,” kata Arnol, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang HAM dan Tata Usaha Negara Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila itu.
Malah, sambungnya, polemik itu pun ujung-ujungnya membuat masyarakat mulai mempertanyakan eksistensi IDI sebagai wadah tunggal organisasi profesi dokter.
Baca Juga:
Rahmansyah Siregar SH & Partners Berhasil Menangkan Gugatan Perkara Perdata Sengketa Lahan
“Saran saya, sebaiknya IDI lebih memikirkan cara dan strategi untuk memenuhi kekurangan dokter umum, spesialis, dan pemerataan praktik medis di seluruh sudut Indonesia,” kata Magister Ilmu Hukum dari UKI Jakarta tersebut.
Arnol juga, pada gilirannya, mendesak agar fenomena ini menjadi momentum guna mendorong akselerasi amandemen UU Praktik Kedokteran melalui penyempurnaan secara menyeluruh.
“UU itu harus menata soal pemerataan praktik kedokteran di Indonesia, perlindungan inovasi penelitian dokter, juga tentang perlu-tidaknya organisasi tunggal profesi kedokteran sesuai amanah konstitusi terkait kebebasan berserikat,” katanya.
Baca Juga:
Polisikan Advokat LBH Jogja, Pengacara Alumnus UII Buka Suara soal
Di mata Arnol, Terawan Agus Putranto bukanlah orang sembarangan di dunia kedokteran.
Bahkan, menurutnya, mantan Menteri Kesehatan RI itu termasuk salah satu aset nasional berkat berbagai inovasinya dalam konteks memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
“Reputasi Terawan Agus Putranto itu mutlak harus dijaga melalui sikap-sikap yang bermartabat, jauh dari tendensi ke arah pencorengan citra, apalagi pembunuhan karakter,” tandas Arnol yang juga menjabat sebagai Sekjen DPP LSM Martabat.