Wahanatani.com | Krisis sawit ternyata memakan korban. Hal ini diutarakan Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menyadur dari CNBC Indonesia.
Menurutnya enam produsen minyak goreng (migor) berhenti produksi. Ini akibat tidak mendapatkan pasokan CPO.
Baca Juga:
Syarat Masalah, Aktivis Lingkungan Minta Eropa Tidak Membeli CPO dari PMKS PT. MSB II Namo Buaya
"Kebijakan pemenuhan kebutuhan domestik (domestic market obligation/ DMO) hanya bisa dilaksanakan perusahaan terintegrasi. Yakni, produsen eksportir dan memasok ke pasar domestik, alias perusahaan terintegrasi," jelasnya.
"Anggota GIMNI ada 34 produsen minyak goreng, hanya 16 yang terintegrasi. Sisanya, produsen yang pasarnya memang hanya di dalam negeri. Lalu, ada perusahaan di luar GIMNI, yang hanya eksportir minyak goreng."
Dia menjelaskan, eksportir akan kesulitan memasarkan CPO di dalam negeri jika tanpa koneksi bisnis. Sementara produsen migor lokal mengalami kesulitan untuk membeli dari eksportir. Sahat juga menyebut harusnya masalah ini dibantu oleh pemerintah. Dengan begitu membuat dua pihak dapat bekerja sama.
Baca Juga:
Bill Gates Bawa-Bawa Indonesia! Soroti Emisi Global dan Deforestasi Sawit
Sementara itu, India juga dilaporkan meminta Indonesia menaikkan pasokan minyak sawit ke negara tersebut. Permintaan tersebut akibat kosongnya minyak bunga Matahari terkait krisis yang terjadi di Ukraina.
Sebagai informasi, selama ini minyak dipasok dari wilayah Laut Hitam. Rusia dan Ukraina yang kini berperang memasok mencapai 13% atau 1,6 juta ton kebutuhan minyak untuk pangan India pada 2021.
Sementara lebih dari setengah kebutuhan India berasal dari Indonesia. Laporan Reuters pada awal bulan ini menyebutkan, pejabat dari dua negara bertemu secara virtual membahas kebutuhan India.