Dan, menyatakan kontrak karya hasil renegosiasi terbaru antara Kementerian ESDM dengan DPM pada 2017 dan SK kontrak karya soal status operasi produksi DPM merupakan informasi publik yang harus terbuka.
Menjadi menarik kemudian untuk ditelaah, bagaimana dokumen perjanjian maupun pemberian legalitas (perizinan) yang diperjanjikan dan/atau diberikan oleh pemerintah kepada swasta dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) adalah informasi yang harus diketahui publik.
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
Daulat Publik
Dalam pengelolaan SDA, amanat konstitusi mengatakan bahwa negara mengelola kekayaan (SDA) dari sabang sampai Merauke untuk kemakmuran kita sebesar-besarnya (Pasal 33 UUD 1945).
Negara mengusahakan lahan dan segala hal yang bisa dieksploitasi darinya atas nama kemakmuran kita. Dalam perjalanannya, ditemukan bahwa negara tidak dapat mengusahakan dan mengeksploitasi SDA secara mandiri.
Baca Juga:
Bahlil: PBNU Akan Kelola Eks Tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC)
Atas itu, dimungkinkan lahan dari Sabang sampai Merauke dan SDA yang terkandung di dalamnya diusahakan bekerja sama atau memberikan legalitas kepada swasta dengan skema konsesi, kemudian berubah menjadi perjanjian, dan terbaru perizinan.
Secara lebih tersegmen, dalam rezim hukum Pertambangan Minerba (Mineral dan Batu Bara) terbaru dikenal Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai dokumen pemberian izin oleh negara untuk mengusahakan lahan milik negara di sektor pertambangan.
Sederhananya, terjadi peralihan dari rezim perjanjian ke rezim perizinan sejak berlakunya Undang-undang No. 4 Tahun 2009 jo Undang-undang No. 3 Tahun 2020.