Hal lain yang menjadi perhatian dari Capt. Hakeng adalah kekurangdispilinan dari pelaksana atau kru kapal dan pelabuhan. Misalnya, terkait jumlah crew manifest di kapal yang tidak sebanding atau presisi.
Baca Juga:
Hari Maritim Nasional ke-58, Presiden Jokowi: Cara Kita Melihat Laut Harus Berubah
“Tak adanya crew manifest dengan jumlah yang presisi, kerap kali pula menghambat proses penyelamatan dan penyelidikan sebab kecelakaan kapal. Karena itu hal ini perlu mendapat perhatian serius pula.
Alasan yang sering muncul ke permukaan dan sering diucapkan oleh operator adalah mengenai waktu di pelabuhan yang ketat dan pendek. “
Seringkali saat kapal berangkat, kendaraan tidak diikat (lashing). Itu jadi potensi bergeraknya muatan di atas kapal, sehingga itu mengubah stabilitas kapal secara drastis. Saya melalui AKKMI mengusulkan agar dibuat waktu sandar kapal yang ideal di tiap-tiap pelabuhan sehingga tidak ada lagi alasan para pihak untuk tidak mengikuti peraturan yang telah ada,” sarannya.
Baca Juga:
Pemerintah Belum Fokus Wujudkan Indonesia Jadi Poros Maritim Dunia
Hal lain yang patut disayangkan adalah dengan adanya pembiaran truk-truk ODOL yang masuk ke dalam kapal-kapal ASDP.
“Keadaan seperti itu patut dicermati sebagai salah satu aspek utama. Hal tersebut menyebabkan perhitungan stabilitas kapal menjadi tidak dapat dilakukan dengan baik. Karena hal tersebut mengakibatkan beban berlebihan yang disebabkan oleh truk-truk tersebut. Seringkali saat kapal berangkat, kendaraan tidak diikat (lashing). Itu jadi potensi bergeraknya muatan di atas kapal, sehingga itu mengubah stabilitas kapal secara drastis. Karena itu, memastikan truk-truk ODOL ini dilarang untuk naik diatas kapal-kapal penyeberangan tersebut harusnya patut dijadikan dasar berpikir bersama soal keamanan dan keselamatan pelayaran,” tegasnya.
Teknologi Kapal Tanpa Awak