Selain itu juga, Capt. Hakeng mengimbau serta mengingatkan agar soal menjaga kedaulatan negara dapat melibatkan para Nelayan atau para Pelaut Indonesia.
“Dengan melibatkan para Pelaut dan Nelayan Indonesia maka secara tidak langsung akan menjadi penjaga kedaulatan negara Indonesia. Di sini sebetulnya esensi Pasal 30 ayat 2 UUD 1945 hasil amandemen kedua, yaitu sistem Hankamrata yang dapat diterapkan pula di dunia Maritim. Kapal-kapal asing yang ingin menangkap ikan di lautan Indonesia dapat dipantau dan dapat segera dilaporkan oleh para pelaut/nelayan Indonesia yang melihatnya. Dengan begitu, secara langsung maupun tidak langsung kedaulatan negara, kedaulatan pangan, dan kelestarian ekosistem laut Indonesia dapat terjaga pula dengan sendirinya,” usulnya.
Baca Juga:
Hari Maritim Nasional ke-58, Presiden Jokowi: Cara Kita Melihat Laut Harus Berubah
Keamanan dan Keselamatan Pelayaran
Capt. Hakeng sebagai orang yang berkecimpung di dalam wadah Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI) menyoroti soal keamanan dan keselamatan dalam pelayaran.
Dalam UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim. Oleh karena itu dia pun merekomendasikan untuk memperketat pengawasan guna meminimalisasi kecelakaan yang melibatkan kapal penyeberangan (Kapal Ferry) – ASDP.
Baca Juga:
Pemerintah Belum Fokus Wujudkan Indonesia Jadi Poros Maritim Dunia
Dikatakan dia juga bahwa pengertian kapal sebagai jembatan sebagaimana yang tertuang dalam Bab I Pasal 1 butir 7 PP No. 20 tahun 2010 tentang angkutan perairan juga perlu dikaji kembali. Sebab, deskripsi kapal tersebut patut diduga telah menyebabkan misinterpretasi yang dalam di tataran pelaksana dimana kapal-kapal ASDP hanya dianggap sebagai benda atau jembatan dan bukan sebagai alat transportasi apalagi kapal.
Capt. Hakeng juga melihat adanya regulasi yang tumpang tindih. “Pengertian kapal sebagai alat transportasi di laut, namun regulator serta regulasi yang mengontrolnya saling tumpang tindih. Hal ini saya yakini telah keluar dari semangat mempersingkat birokrasi yang terus di gaungkan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi.
Kapal-Kapal tersebut ketika sudah berada di lautan menyebabkan para pihak yang mewakili regulator di pelabuhan-pelabuhan terkait juga kebingungan terkait dasar mereka dalam bekerja. Lautan yang diatur oleh peraturan Dirjen Hubdar,” jelasnya