Namun, pengembangan tersebut sebagian besar terkonsentrasi dan hanya terlihat di sisi hilir rantai pasokan; berfokus pada akses pasar, investasi modal, dan distribusi. Permasalahan di bagian hulu, dimana produksi barang pertanian berawal, membutuhkan perhatian yang sama dari para inovator dan petani muda untuk membuatnya lebih efisien, menciptakan produk berkualitas tinggi, dan dengan demikian menjadi kompetitif.
Pada akhirnya, semua masalah ini menciptakan persepsi bahwa menjadi petani tidak layak untuk diinvestasikan karena selalu menghadapi ketidakpastian dan tidak ada jaminan kesejahteraan dibandingkan dengan profesi lain. Sifatnya yang padat modal, baik secara fisik seperti yang telah disebutkan sebelumnya maupun secara finansial, tidak selalu membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Baca Juga:
Prabowo Tinjau Langsung Panen Padi di Merauke
Tantangan iklim dan cuaca, seperti gelombang panas El Nino yang melanda Indonesia saat ini dan kenaikan suhu yang tidak biasa, seringkali menyebabkan hasil panen sulit untuk diperkirakan. Gangguan rantai pasokan juga dapat menyebabkan harga komoditas anjlok sehingga petani sulit mencapai titik impas.
Belum lagi menyusutnya lahan pertanian karena perubahan tata guna lahan dan peran maladaptif tengkulak yang telah mengurangi kepercayaan terhadap pasar pertanian.
Menciptakan Ekosistem yang Mengayomi Petani Muda Masa Depan
Baca Juga:
Dinas Pertanian Kubu Raya Rencanakan Penanaman Padi 69.462 Ton Tahun 2024
Kondisi-kondisi di atas membuat pertanian dan perkebunan menjadi tidak menarik bagi generasi muda. Ironi ini semakin menjadi ketika para lulusan sarjana pertanian sering kali beralih ke karier lain, seperti akuntansi dan perbankan, yang dianggap lebih menguntungkan.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa jalan untuk mendorong regenerasi terletak pada revitalisasi status quo ekosistem pertanian saat ini. Revitalisasi sistem harus dibuat ramah terhadap generasi muda; memenuhi tuntutan dan kebutuhan generasi muda saat ini untuk bertahan dan berkembang di dalam sektor pertanian.
Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa ciri utama generasi muda saat ini-para Gen Z, yaitu: work-life balance, generasi digital, dan empati sosial global.