Selain soal ketetapan harga, terdapat kendala di lapangan yang membuat euforia terbangnya harga nikel belum bisa dinikmati oleh produsen.
Yakni, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum memberikan restu Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada sejumlah produsen nikel.
Baca Juga:
Kejati Sulawesi Tenggara Tetapkan 2 Tersangka Baru dalam Kasus korupsi Pertambangan Ore Nikel
Sehingga, sejumlah produsen nikel tersebut belum melaksanakan kegiatan produksi nikelnya.
"Bagaimana kita mau nikmati euforia, jika banyak perusahaan belum mengantongi izin RKAB. Bagaimana mau jualan di angka yang fantastis kalau belum ada persetujuan RKAB, ilegal dong nanti. Belum bisa ini cuma euforia sesaat saja, kita berdoa harga (tinggi) stabil sampai bulan depan, minimal penentuan HPM agak meningkat, kita lihat perkembangan akhir bulan," ungkap Meidy tanpa memberi tahun berapa jumlah perusahaan yang RKAB-nya belum disetujui.
Selain itu, pengusaha nikel juga saat ini masih di bayang-bayangi oleh upaya pemerintah melakukan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Baca Juga:
Kementerian ESDM akan Tertibkan Tambang Ilegal
"Tentu juga walaupun harga nikel lagi tinggi-tingginya, penambang nikel lagi punya demam ketakutan karena banyak penambang IUP dicabut pemerintah, jadi kurang cukup menikmati dari euforia ini," tandas Meidy.
Seperti yang diketahui, dampak perang antara Rusia dan Ukraina memicu harga-harga komoditas mengalami lonjakan yang signifikan.
Bukan hanya batu bara dan minyak mentah dunia saja yang harganya melesat, nikel juga mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi.