Ia tepergok di vilanya yang berlokasi di perkebunan teh Gunung Mas Puncak oleh pasukan Kujang 1 Siliwangi. Palmer langsung dipersonanongratakan dan diusir keluar dari Indonesia oleh Presiden Soekarno.
Baca Juga:
Lakukan Kekerasan Seksual pada 24 Wanita, Agen CIA Divonis 30 Tahun Penjara
Pope dan Jalan Gatot Subroto
Berhentikah infiltrasi intelijen AS pasca-Palmer? Ternyata tidak. Saat Indonesia ingin merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda, Bung Karno yang memimpin komando dengan menyerukan Tiga Komando Rakyat (Trikora) juga diusik. CIA kembali menyewa seorang penerbang pengebom B-26 berkebangsaan AS dan mengebom kota Ambon di Maluku, sebuah wilayah yang menjadi penyangga sebelum armada RI menyerang pertahanan Belanda di wilayah Irian Barat. Pilot tersebut adalah Allen Lawrence Pope.
Keterlibatan intelijen asing itu membuat kemarahan Bung Karno memuncak. Bagi Bung Karno, Irian Barat bagian dari wilayah NKRI, yang seharusnya sudah berada dalam pangkuan Ibu Pertiwi, tetapi saat itu masih berada di bawah tangan otoritas Pemerintah Belanda. Karena itu, 19 Desember 1961 di Alun-alun Yogyakarta, Bung Karno mengumandangkan Trikora untuk pembebasan Irian Barat dari kolonialisme Belanda.
Baca Juga:
Soal Penembakan Trump, Eks Bos CIA Buka-bukaan Sebut Kejanggalan Ini
Bung Karno langsung memimpin rapat dengan rakyat Indonesia dan mengajak bangsa Indonesia menggagalkan pembentukan negara Papua, mengibarkan bendera Merah Putih di Irian Barat, dan menyiapkan mobilisasi umum demi mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan wilayahnya.
Boleh dikatakan, saat itu kekuatan Angkatan Perang RI, termasuk Kepolisian Negara RI, yang terkuat di antara negara-negara Asia, kecuali China.
AURI (sebelum menjadi TNI AU) waktu itu dilengkapi beberapa skuadron jet tempur Mig-15, Mig-17, Mig-19, dan Mig-21 yang berpeluru kendali.