Selama di AS, yang bersangkutan muncul di beberapa kota yang dikunjungi Bung Karno, mulai dari New York, pusat industri mobil di Detroit, hingga pusat pendidikan pasukan khusus AA di Fort Bragg.
Yang dilakukan hanya ngobrol-ngobrol dengan pejabat-pejabat Indonesia yang turut dalam rombongan. Sebut saja, Menlu Roeslan Abdulgani, Sekretaris Negara Mr Tamsil, dan Komandan DKP Mangil Martowidjojo.
Baca Juga:
Lakukan Kekerasan Seksual pada 24 Wanita, Agen CIA Divonis 30 Tahun Penjara
Terkesan pertemuannya santai-santai saja. Pada 1957, Palmer muncul lagi di Istana Merdeka Jakarta. Saat itu, ia dikenal sebagai Direktur American Motion Picture Association Indonesia yang berkantor di gedung United States Information Service (USIS) di sebelah Istana Negara.
Ketika pemberontakan separatis oleh PRRI di Padang, Sumatera Barat, pecah, peran intelijen AS terdeteksi oleh Badan Intelijen Angkatan Perang waktu itu. Intelijen AS terdeteksi turut aktif membantu PRRI dengan persenjataannya. Namun, waktu itu, tak ada tanda-tanda terkait dengan Bill Palmer.
Justru yang terungkap adalah keterlibatan seorang diplomat Kedubes AS lain di Jakarta. Namanya Hugh Tovar. Ia terdeteksi sebagai Kepala Biro CIA di Indonesia dan membantu PRRI, bahkan Permesta di Manado (Robinson, Geoffrey B, Musim Menjagal: Sejarah Pembunuhan Massal di Indonesia 1965-1966, Oktober 2018, Komunitas Bambu).
Baca Juga:
Soal Penembakan Trump, Eks Bos CIA Buka-bukaan Sebut Kejanggalan Ini
Namun, dari salah satu sumber di Deplu AS yang bersimpati kepada Indonesia, Bung Karno diberi informasi mengenai keanggotaan Palmer di CIA. Palmer ternyata adalah salah satu agen andalan CIA untuk masalah-masalah Indonesia.
Walau sudah mendapat informasi itu, Bung Karno sebagai presiden tak dapat berbuat apa-apa. Pasalnya, Bung Karno tak memiliki bukti-bukti kuat untuk mengambil tindakan terhadap Palmer.
Baru pada 1960-1962, kedok Palmer terungkap ketika dia tertangkap basah tengah membagikan senjata kepada anak buah DI/TII Kartosuwiryo.