TERUNGKAPNYA intel Iran, Gaseem Saberi Gilchalan, yang memalsukan belasan paspor sebagaimana dilaporkan Kompas, Desember 2021, membuka ingatan saya saat intelijen AS dan Inggris berkeliaran di Indonesia sejak Indonesia merdeka hingga jatuhnya Presiden Soekarno.
Banyak kalangan tak mengetahui bahwa di era kepemimpinan Bung Karno sebagai presiden, Indonesia pernah diobok-obok oleh ulah Badan Pusat Intelijen Amerika Serikat (CIA), yang berhasil masuk ke Indonesia. CIA masuk dengan berbagai cara dan muslihat yang luar biasa halusnya sehingga tidak terdeteksi oleh badan-badan intelijen Indonesia ataupun komunitas intelijen Indonesia.
Baca Juga:
Lakukan Kekerasan Seksual pada 24 Wanita, Agen CIA Divonis 30 Tahun Penjara
Peranan Bill Palmer
Salah satu agen CIA itu adalah Bill Palmer. Sejak Pemerintah Indonesia hijrah ke Yogyakarta, 1946, Palmer sudah muncul dalam acara-acara di Gedung Negara Yogyakarta. Secara samar-samar masih terekam dalam ingatan penulis wajah dan sosok tubuhnya yang gempal, berbicara serius dengan Bung Karno.
Baca Juga:
Soal Penembakan Trump, Eks Bos CIA Buka-bukaan Sebut Kejanggalan Ini
Orangnya sangat ramah dan kelihatannya penuh humor karena pembicaraan keduanya diselingi tawa terbahak-bahak. Setelah perang kemerdekaan, untuk beberapa saat sosok Palmer menghilang bertahun-tahun.
Tiba-tiba dia muncul lagi ketika penulis mengikuti kunjungan kenegaraan Presiden ke AS pada 1956. Di Washington DC, ia datang berkunjung ke penginapan Presiden RI di Blair House. Seperti biasa, ia kemudian berbincang-bincang gembira dengan Bung Karno layaknya sahabat lama yang bertemu lagi. Namun, saat itu, tubuhnya sudah gemuk dan agak botak.
Saat hendak meninggalkan penginapan, ia menyodorkan uang 200 dollar AS kepada penulis. Katanya, untuk berbelanja. Ketika itu tak ada kecurigaan sedikit pun dari tim khusus Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang turut dalam rombongan. Mereka beranggapan yang bersangkutan seorang diplomat AS yang sudah dikenal baik sejak di Yogyakarta.