Setelahnya, Desa Sala diubah menjadi pusat kerajaan dengan berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat. Pemilihan lokasinya telah dipertimbangkan oleh Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, dan J.A.B van Hohendorff pasca kehancuran Keraton Kartasura.
Runtuhnya Keraton Kartasura disebabkan oleh tragedi Geger Pecinan, sebuah pemberontakan pada 1740 yang berhasil menghancurkan kerajaan tersebut. Walau begitu, Keraton Kartasura berhasil diambil alih dan segera memindahkan lokasi kerajaan.
Baca Juga:
Wisatawan Indonesia Meningkat Tajam, 731 Ribu Perjalanan ke Luar Negeri di Oktober 2024
Menurut Pakubuwono II, Keraton Kartasura telah kehilangan kesuciannya. Sehingga, muncullah inisiatif memindahkan kerajaan tersebut ke lokasi baru, yakni di Desa Sala.
Sayangnya, kejayaan kerajaan tersebut kian menurun. Bahkan, pada tahun 1757 berdiri sebuah kerajaan lain dari Mangkunegoro di pusat Solo, seperti disebutkan pada laman Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta.
Alih-alih bertempur, para bangsawan justru bersaing dalam hal kesenian dan budaya kerajaan. Hal ini terbukti dari paviliun gamelan yang jadi arena persaingan, masing-masing kerajaan saling berkompetisi.
Baca Juga:
Bukan Awan Biasa, BMKG Klarifikasi Fenomena Langit Jakarta yang Memukau
Begitulah sejarahnya, mengapa Surakarta sering disebut sebagai Solo.(jef)