“Terakhir kemarin setelah ada izin, dievaluasi, kok masih banyak yang tidak compliance (patuh). Kemudian dikasih punishment ada 2.078 dan ada beberapa tidak compliance kemudian ada yang diputus izinnya. Ini salah satu langkah untuk mengelola SDA yang lebih governance,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, dalam transparansi ini diperlukan adanya keterbukan belanja sosial dan belanja lingkungan yang dikeluarkan perusahaan.
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
Artinya dengan transparansi itu, perusahaan justru bisa menampilkan bagaimana kontribusinya dalam melindungi dan mengembangkan wilayah sekitar pertambangan sebagaimana mandat dari UU Minyak Gas (Migas) dan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Agus menjelaskan selain patuh terhadap aturan, transparansi juga memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Melalui transparansi itu, kata Agus, perusahaan justru bisa terlihat seberapa besar kepeduliannya terhadap sosial dan lingkungan.
“Serta melestarikan lingkungan kita. Termasuk ikut menjaga agar suhu bumi tidak meningkat sampai 1,5 derajat agar tidak terjadi potensi global warming. Kita sedang menuju era net zero emision karbon netral untuk bisa menjaga agar sustainable development ini terjaga dan pada akhirnya bisa mensejahterakan masyarakat di dunia ini dan prinsip dasarnya no one left behind,” tukasnya.
Baca Juga:
Tarif Listrik Triwulan IV Tidak Naik, PLN Jaga Pelayanan Listrik Tetap Andal
Alasan transparansi industri ekstraktif
Dalam webinar daring, Kepala Seksi Perlindungan Lingkungan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral ( ESDM ), Tias Nurcahyani memaparkan soal alasan mengapa transparansi industri estraktif penting dilakukan.
Sebab, kata Tias, perusahaan yang memanfaatkan SDA minerba itu erat kaitannya dengan pembukaan lahan dan memiliki dampak besar pada lingkungan dan sosial masyarakat.