"Berdasarkan data yang kami miliki, memang struktur pasarnya terkonsentrasi, istilahnya oligopoli. Jadi ini menjadi concern bagi KPPU, dan ini akan berdampak pada pembentukan harga di pasar," terangnya.
Terjadinya rigiditas harga minyak goreng terhadap harga CPO yang fluktuatif juga merupakan satu ciri oligopoli.
Baca Juga:
Pemerintah Kabupaten Sigi Catat Penurunan Harga Kebutuhan Pangan Selama Libur Lebaran 2025
Selain itu, Taufik mengemukakan, adanya akuisisi atau pengambilalihan aset perusahaan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan besar terhadap perusahaan sawit kecil.
Pengambilalihan aset tersebut bisa berupa lahan perkebunan ataupun berupa saham. Ia menuturkan, praktik pengambilalihan aset tersebut makin memperkuat pasar oligopoli pada pasar kelapa sawit dan minyak goreng di Indonesia.
Taufik mengungkapkan, volume ekspor CPO tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam satu tahun terakhir, yakni hanya naik 0,6 persen. Namun, nilai ekspor meningkat hingga 52 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, karena terjadi kenaikan harga CPO internasional.
Baca Juga:
Hari Konsumen Nasional Diperingati Setiap 20 April Setiap Tahunnya
KPPU juga mencatat dari total 18,42 juta ton CPO yang dikonversi menjadi minyak goreng menjadi 5,7 juta kiloliter untuk kebutuhan dalam negeri, penggunaan paling banyak adalah untuk minyak goreng curah sebesar 2,4 juta kiloliter.
"Catatan kami yang kebutuhan paling besar adalah untuk minyak goreng curah, kelompok rumah tangga, di mana mencapai 2,4 juta kiloliter," bebernya.
Selanjutnya, penggunaan minyak goreng digunakan untuk industri sebesar 1,8 juta kiloliter, penggunaan minyak goreng premium atau yang ada di pasar modern 1,2 juta kiloliter, dan kemasan sederhana sebesar 231.000 kiloliter. [tum]