Ia mencontohkan, seperti produsen minyak goreng di Sumatera Selatan, saat ini sudah memproduksi 300 ton per bulan, atau sudah mendekati kebutuhan daerah itu. Jika pun terdapat selisih, diperkirakan hanya 10 persen.
Adapun, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencatat bahwa harga minyak goreng di Indonesia tidak berbanding lurus mengikuti harga minyak sawit mentah atau CPO internasional.
Baca Juga:
Hadiri Pembukaan Inabuyer B2B2G Expo 2024, Wamendag: Kesempatan Emas UMKM untuk Meraih Peluang Bisnis Baru
Deputi Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik mengungkapkan, harga CPO internasional fluktuatif tergantung dengan pasokan dan permintaan, sementara harga minyak goreng nasional cenderung dalam tren naik dalam jangka waktu yang panjang tanpa ada penurunan.
"Hasil temuan kami terjadi rigiditas pasar minyak goreng terhadap harga CPO. Fluktuasi harga CPO di pasar internasional mengikuti pasokan dan permintaan di pasar internasional, tapi harga minyak goreng di pasar domestik relatif stabil dan cenderung naik jadi sangat berbeda pergerakannya," paparnya.
Bahkan, Taufik menyebut, pada beberapa waktu terjadi penurunan cukup dalam terhadap harga CPO internasional, sementara harga minyak goreng di dalam negeri tetap dalam tren naik.
Baca Juga:
Masuki Era Digital, Kemendag Kembangkan Sistem Pembelajaran KMS
Oligopoli
Ia menjelaskan, hal tersebut terjadi lantaran pasar minyak goreng di Indonesia terkonsentrasi, atau terjadi oligopoli, yaitu hanya segelintir perusahaan yang menguasai pasar, sehingga harga ditentukan oleh produsen yang dominan tersebut.