Berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), nilai ekspor di tahun tersebut mencapai US$35 miliar atau setaraRp509,13 triliun (asumsi kurs Rp14.546 per dolar).
Angka itu 52 persen persen lebih tinggi dari nilai ekspor 2020 sebesar US$22,9 miliar atau setara Rp333,15 triliun.
Baca Juga:
Harga TBS Kaltim Naik jadi Rp2.490,52 Per Kg
Masalahnya, pasar ekspor komoditas tersebut, kini terancam diambil alih oleh negara tetangga, Malaysia. Apalagi, selama ini Malaysia adalah pesaing Indonesia di pasar ekspor CPO.
Data ITS perusahaan surveyor kargo menyebut pada 1-5 Mei atau beberapa hari usai larangan ekspor CPO Indonesia, ekspor CPO Malaysia melonjak 67 persen dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan jika ekspor CPO masih dilarang sepenuhnya, Malaysia bisa menjadi pemain nomor satu urusan ekspor CPO di tingkat global. Pasokan dari Malaysia akan banyak diburu oleh importir CPO, seperti India, China dan Eropa.
Baca Juga:
Harga TBS Kaltim Naik jadi Rp2.469,23/kg
Ia menyebut pangsa pasar Indonesia untuk ekspor CPO mencapai 55 persen hingga 57 persen kebutuhan dunia. Sedangkan Malaysia 28 persen hingga 30 persen.
Jika Negeri Jiran bisa 'mengganyang' 30 persen saja dari pangsa pasar Indonesia, berarti mereka bisa menguasai sekitar 60 persen pangsa pasar global.