Martabat NET | Cerita memilukan menimpa Mona Heidari. Wanita 17 tahun itu diketahui tewas dipenggal oleh suami dan saudara iparnya.
Menyadur dari CNBC Indonesia, Minggu, (13/1/2022) Heidari dibunuh Ahvaz karena dugaan perzinahan.
Baca Juga:
PPKM Masih Berlanjut, Jabodetabek Berstatus Level 1
Video memperlihatkan suaminya yang menampilkan kepala istrinya viral di Iran.
Pada hari Senin lalu, polisi berhasil menangkap kedua pria itu. Kantor berita IRNA mengutip polisi setempat menyebut mereka digerebek dalam tempat persembunyiannya.
Selain itu, pihak berwenang menutup situs web berita Rokna. Mereka menyebut platform telah 'mengganggu masyarakat secara psikologi' setelah membagikan video pembunuhan yang viral itu.
Baca Juga:
Kadernya Berang, Parkindo Tetiba Berubah Jadi Partai Mahasiswa
Banyak surat kabar dan media sosial Iran memperlihatkan kemarahan dan terkejut dengan pembunuhan itu. Tak sedikit yang meminta reformasi pada sosial dan hukum di negara tersebut.
Harian reformis Sazandegi mengungkapkan harus menghentikan tragedi itu. "Seorang manusia dipenggal kepalanya ditampilkan di jalanan dan pembunuhnya bangga," ungkap media tersebut, dikutip dari Arab News, Minggu (13/2/2022).
"Bagaimana kita bisa menerima tragedi seperti itu? Kita harus bertindak agar femisida tidak terjadi lagi".
"Mona adalah korban dari ketidaktahuan yang menghancurkan. Kita semua bertanggung jawab atas kejahatan ini," ucap Tahmineh Milani yang merupakan pembuat film feminis, dalam unggahan di akun Instagramnya.
Setelah pembunuhan itu, banyak permintaan reformasi atas undang-undang perlindungan perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga.
Masyarakat juga juga mendorong menaikkan usia legal menikah, yang saat ini minimal 13 tahun di Iran. Media Iran melaporkan, Heidari baru berusia 12 tahun saat dinikahkan dan telah memiliki putra berusia 3 tahun saat dibunuh.
Pengacara Ali Mojtahedabeh menyalahkan adanya 'celah hukum'. "Sebab membuka jalan bagi pembunuhan demi kehormatan," kata dia di koran reformis, Shargh.
Elham Nadaf, salah satu anggota parlemen menyebut pembunuhan terjadi karena tidak ada langkah konkret penerapan aturan mencegah kekerasan pada perempuan.
"Sayangnya kami menyaksikan insiden seperti itu karena tidak ada langkah konkret untuk memastikan penerapan undang-undang untuk mencegah kekerasan pada perempuan," jelasnya.
Pemenggalan bukan kali ini saja terjadi. Pada Mei 2020, seorang pria diketahui memenggal putrinya berusia 14 tahun yang disebut sebagai 'pembunuhan demi kehormatan'. Kejadian itu memicu amarah publik, dan pelaku dihukum sembilan tahun pada akhir 2020 lalu. [tum]