Sehingga, untuk mengetahui asal dari harta karun tersebut, perlu adanya penelitian lebih lanjut. Untuk itu, Yadi mengatakan harta karun di perairan Selayar harus tetap dijaga.
"Makanya salah satu nilai penting mengapa situs arkeologi bawah air di perairan Selayar itu harus dijaga dan dilindungi agar nilai pengetahuannya tetap lestari, bisa mendatangkan para peneliti dari berbagai negara. Jadi kalau dijaga secara tidak langsung aktivitas penelitian mendatangkan manfaat ekonomi juga," ujarnya.
Baca Juga:
Pemprov Harap Harta Karun Lombok Disimpan di Museum NTB
Selayar Jadi Penghubung Rute Perdagangan
Pulau Selayar memiliki posisi yang strategis bagi aktivitas pelayar masa lalu dalam hal perdagangan dan pendistribusian komoditi dari satu pulau ke pulau lainnya. Selayar juga berperan sebagai penghubung antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur, dan sebaliknya.
Sehingga, banyaknya ditemukan situs-situs arkeologi di perairan Selayar tidak lepas dari rute perdagangan laut dunia. Mengutip kepulauanselayarkab.go.id, Kabupaten Kepulauan Selayar pernah menjadi rute dagang menuju pusat rempah-rempah di Maluku.
Baca Juga:
Harta Karun Raksasa RI di Natuna Bakal Dilelang!
Selayar menjadi tempat transit atau persinggahan bagi para pedagang untuk mengisi perbekalan sambil menunggu musim yang baik untuk berlayar. Bahkan, nama Selayar sendiri muncul dari aktivitas pelayaran tersebut.
Nama itu berasal dari bahasa Sanksekerta "Cedaya", yang berarti satu layar. Konon nama ini muncul karena banyak perahu satu layar yang singgah di pulau ini.
Selain itu, Selayar juga dikenal dengan nama Tana Doang yang artinya tanah tempat berdoa. Di masa lalu, Pulau Selayar menjadi tempat berdoa bagi para pelaut yang hendak melanjutkan perjalanan baik ke barat maupun ke timur untuk keselamatan pelayaran mereka.