Jurnalmaritim.id | Perairan Selayar menjadi salah satu titik penemuan harta karun berupa situs-situs peninggalan abad ke-12 hingga 14 Masehi. Penemuan harta karun ini menguatkan indikasi perairan Selayar sebagai jalur dagang maritim pada masa lampau.
Harta karun di perairan Selayar ini berada di posisi strategis. Konon perairan Selayar menjadi jalur dagang pelayaran Nusantara sebagai penghubung barat dan timur. Sehingga, keberadaan harta karun tidak lepas dari peran jalur dagang tersebut.
Baca Juga:
Pemprov Harap Harta Karun Lombok Disimpan di Museum NTB
"Khususnya di abad-abad 14, abad 12, perairan Selayar dilewati kapal-kapal dagang yang berlayar. Pada saat itu tidak semua pelayaran berjalan dengan baik. Ada yang karam dan tenggelam, menyisakan situs-situs arkeolog di perairan Selayar," jelas Ahli Arkeologi Bawah Air Universitas Hasanuddin (Unhas) Dr Yadi Mulyadi, S.S.,M.A, Kamis (14/4/2022).
Sudah ada beberapa harta karun yang ditemukan di perairan Selayar. Harta karun itu telah disurvei dan diteliti oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan pada tahun 2021 lalu, seperti mangkuk, piring, dan mata uang koin dari China.
"Pada periode itu salah satu komoditi yang diperjualbelikan adalah keramik-keramik dari China. Jadi hal yang wajar kalau salah satu peninggalan yang dominan di perairan Selayar adalah berupa keramik-keramik China," jelasnya.
Baca Juga:
Harta Karun Raksasa RI di Natuna Bakal Dilelang!
Yadi mengatakan penemuan situs-situs arkeolog di perairan Selayar menguatkan indikasi bahwa Selayar merupakan jalur perdagangan yang disinggahi oleh kapal-kapal dagang. Selain itu menguatkan data bahwa perairan Selayar juga merupakan jalur rempah pada masa itu.
"Keberadaan situs bawah air di perairan Selayar mengindikasikan dari kapal dagang. Pada periode itu salah satunya terkait dengan jalur rempah. Jadi penemuan situs arkeologi Selayar menjadi data penguat konteks peran perairan Selayar sebagai jalur rempah pada waktu itu," lanjutnya.
Namun dia belum bisa memastikan apakah harta karun di perairan Selayar tersebut berasal dari kapal dagang China. Sebab harta karun situs arkelolog yang ditemukan di perairan Selayar belum bisa dipastikan dibawa oleh kapal perdagangan China, mengingat barang-barang tersebut merupakan komoditi yang diperjualbelikan pada masa itu.
Sehingga, untuk mengetahui asal dari harta karun tersebut, perlu adanya penelitian lebih lanjut. Untuk itu, Yadi mengatakan harta karun di perairan Selayar harus tetap dijaga.
"Makanya salah satu nilai penting mengapa situs arkeologi bawah air di perairan Selayar itu harus dijaga dan dilindungi agar nilai pengetahuannya tetap lestari, bisa mendatangkan para peneliti dari berbagai negara. Jadi kalau dijaga secara tidak langsung aktivitas penelitian mendatangkan manfaat ekonomi juga," ujarnya.
Selayar Jadi Penghubung Rute Perdagangan
Pulau Selayar memiliki posisi yang strategis bagi aktivitas pelayar masa lalu dalam hal perdagangan dan pendistribusian komoditi dari satu pulau ke pulau lainnya. Selayar juga berperan sebagai penghubung antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur, dan sebaliknya.
Sehingga, banyaknya ditemukan situs-situs arkeologi di perairan Selayar tidak lepas dari rute perdagangan laut dunia. Mengutip kepulauanselayarkab.go.id, Kabupaten Kepulauan Selayar pernah menjadi rute dagang menuju pusat rempah-rempah di Maluku.
Selayar menjadi tempat transit atau persinggahan bagi para pedagang untuk mengisi perbekalan sambil menunggu musim yang baik untuk berlayar. Bahkan, nama Selayar sendiri muncul dari aktivitas pelayaran tersebut.
Nama itu berasal dari bahasa Sanksekerta "Cedaya", yang berarti satu layar. Konon nama ini muncul karena banyak perahu satu layar yang singgah di pulau ini.
Selain itu, Selayar juga dikenal dengan nama Tana Doang yang artinya tanah tempat berdoa. Di masa lalu, Pulau Selayar menjadi tempat berdoa bagi para pelaut yang hendak melanjutkan perjalanan baik ke barat maupun ke timur untuk keselamatan pelayaran mereka.
Selayar juga disebut sebagai titik strategis lalu lintas pelayaran jalur rempah di nusantara. Mengutip dari jalurrempah.kemdikbud.go.id posisi Selayar sangat strategis sehingga memungkinkan kapal-kapal dari Jawa atau Makassar yang menuju Maluku, dan sebaliknya, singgah di Selayar.
Perjalanan dagang melalui laut ini dapat dilakukan semua musim, baik musim barat maupun musim timur. Beberapa catatan maupun naskah, termasuk dalam The Green Gold of Selayar (1995) karya Heersink juga mencatat bahwa pada abad ke-17 Selayar sudah sangat ramai bahkan menjadi bagian dari jalur perdagangan internasional.
"Selayar itukan letaknya strategis jadi ketika ada perahu-perahu yang membawa komoditi termasuk komoditi rempah, dia mengambil rempah di wilayah timur Indonesia seperti Ternate. Tentu di saat itu butuh persinggahan untuk mengambil air bersih, air tawar," papar Yadi.
"Nah, posisi Selayar berada di situ. Di satu sisi, bisa jadi ada komoditi Selayar yang mungkin dibutuhkan. Sehingga banyak pelayaran-pelayaran pada masa lalu itu singgah di perairan Selayar," sambungnya.
Berdasarkan peta rute dagang maritime berdasarkan gambaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Selayar menjadi tempat persinggahan pada jalur perdagangan pasar utama Jawa menuju Guangzhou, China. Yakni dengan jalur dagang dari Jawa, Kalimantan, Makassar, kemudian melintasi Selayar menuju perairan Maluku, dan menuju laut China menuju Guangzhou, China.
Bukti Selayar Sebagai Daerah Transit Perdagangan di Masa Lampau
Salah satu bukti bahwa perairan Selayar menjadi lintas perdagangan adalah penemuan peninggalan pedagang Cina pada abad 17-18. Melansir dari kkp.go.id, diketahui peninggalan tersebut adalah jangkar raksasa yang memiliki panjang batang 226 cm, panjang lengkungan 167 cm, dan lingkar batang 60 cm.
Jangkar kapal dagang ini milik Gowa Liong Hui yang awalnya digunakan untuk pelayaran hingga Padang pada abad 17 M. Kemudian sampai di Selayar jangkar tersebut rusak hingga tidak dapat digunakan lagi. Saat ini jangkar tersebut ditempatkan di Kampung Padang, Desa Bontosunggu, Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar.
Bukti lain Selayar dalam jalur pelayaran nusantara adalah ditemukannya Nekara Perunggu. Saat ini Nekara Perunggu tersebut berada di Gong Nekara Perunggu, Kepulauan Selayar.
Melansir lajurrempah.kemendikbud.co.id, Nekara Perunggu ditemukan oleh salah seorang warga di Kampung Rea-Rea pada tahun 1686. Benda situs tersebut kemudian dijadikan sebagai benda pusaka Kerajaan Putabangun. Hal ini karena terjadinya integrasi antara Kerajaan Putabangun dan Kerajaan Bontobangun sebagai pusat kerajaan, maka Nekara Perunggu dipindahkan ke Bontobangun.
Sementara asal muasalnya, Nekara Perunggu dibuat di Xianji, Cina pada zaman prasejarah sekitar 300 tahun SM. Disebutkan bahwa nekara ini diproduksi 600 tahun SM dari kebudayaan Dong Son di Vietnam dan menjadi nekara terbesar di Asia Tenggara, bahkan di dunia.
Persebaran nekara di Indonesia sendiri terdapat 40 buah nekara yang tersebar dari Sumatera hingga Papua. Salah satunya terdapat di Selayar. Persebaran ini diperkirakan karena terjadi jalur perdagangan ataupun adanya hubungan bilateral kerajaan pada masa lampau.
Hal ini diperkuat dengan adanya simbol perpaduan unsur budaya dari Indonesia, Cina, dan Vietnam di tubuh Nekara Perunggu. Simbol yang dimasud adalah pohon kelapa, kenari, burung, gajah (Indonesia), bulu burung yang disematkan mahkota kepala suku (Cina), serta beberapa simbol sisanya dari Vietnam.
Bukti lainnya adalah, berdasarkan catatan belanda, terdapat kapal dagang yang tenggelam di perairan Selayar. Yaitu Kapal Walvis buatan galangan kapal Amsterdam yang dibuat pada tahun 1639. Kapal ini tercatat meninggalkan Rembang di Jawa setelah perjalanan dari Batavia pada 31 Desember 1662.
Tujuh hari kemudian Walvis terkena badai dan menabrak terumbu karang dekat Selayar. Lokasi tersebut dinilai sangat berbahaya bagi pelayaran dari Makassar ke Bima karena berupa batu karang dan pasir. Tercatat hanya 140 orang awak kapal yang berhasil selamat dan kapal hancur berkeping-keping. [jat]