2. Pernikahan dalam Islam juga harus sesuai aturan pemerintah
Kendati begitu, Halim tetap menekankan keselarasan antara aturan pernikahan yang diatur Islam dan sebagaimana diatur oleh negara.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
“Nah, dalam pernikahan, gak ada istilah sah menurut agama atau sah menurut negara. Yang benar itu adalah sah menurut keduanya. Kalau menurut agama saja, nanti tidak dicatat oleh negara di pendudukan sipil, akan menimbulkan mudarat bagi anaknya, yaitu kesulitan untuk sekolah karena tidak punya arsip atau akta,” tambahnya.
“Artinya, kalaupun rukun nikah telah terpenuhi, seperti adanya dua mempelai, dua saksi, wali, dan ijab qabul, selama syarat dari negara tidak terpenuhi, pernikahan itu menjadi tidak sah. Begitupun sebaliknya," sambung dia.
3. Memahami tujuan dari pernikahan lebih komprehensif
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
Sebelum membahas lebih jauh, lulusan S1 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang ini terlebih dahulu mengingatkan hakikat pernikahan itu sendiri. Halim menuturkan “Kalau bertitik tolak tujuan pernikahan dalam Islam, itu bukan hanya soal kebutuhan biologis. Lebih dari itu, biasa kita menyebutnya menciptakan rumah tangga yang sakinah mawadah wa rahmah,”.
Dengan demikian, untuk mencapai tujuan pernikahan yang ideal dalam Islam, ketentuan sebagaimana ajaran Islam dan peraturan negara harus dipenuhi.
“Kembali ke kasus di Bantaeng, karena mereka di bawah umur, negara telah mengaturnya di undang-undang nikah agar mereka mengajukan dispensasi. Itu kan dari aspek usia sebagaimana ditentukan oleh negara, nah kesiapan psikologis, sosiologis, ekonomi, dan lain-lain itu harus dipertimbangkan secara objektif kondisi dua mempelai. Kalau dua syarat di atas tidak terpenuhi, Islam tidak menganjurkan pernikahan di bawah usia,” pangkas dia.