Apalagi, kata Donny, proses pengadaan pesawat tempur lengkap dengan persenjataan paling cepat 5 tahun. Hal ini mengharuskan pemerintah untuk segera membeli Rafale yang dimasukkan dalam rencana strategis (renstra) 2020-2024 jika pesawat tempur tersebut akan dioperasionalkan pada tahun 2030-an.
"Kegagalan untuk mengadakan pesawat tempur beserta persenjataannya pada renstra ini akan menyebabkan semakin berkurangnya jumlah skadron udara yang siap tempur. Dengan demikian Renstra 2020-2024 merupakan periode yang kritis dalam upaya mempertahankan kesinambungan kemampuan skadron tempur," jelasnya.
Baca Juga:
Polemik Pengangkatan CPNS 2024, Prabowo: Lagi Diurus Semuanya!
Dalam pengadaan alutsista, Donny menegaskan, Kemhan mengacu pada Undang-Undang nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan yang mensyaratkan beberapa hal.
Di antaranya mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan dalam negeri, kemudian kewajiban alih teknologi dan adanya imbal dagang kandungan lokal serta offset.
"Pengadaan alutsista dari Prancis termasuk Rafale telah mengikutkan partisipasi beberapa industri pertahanan dalam negeri untuk mendapatkan offset baik langsung maupun tidak langsung," imbuhnya.
Baca Juga:
Marah Banyak Korupsi, Prabowo "Cari Pulau yang Dikelilingi Hiu" Untuk Bangun Penjara Khusus Koruptor
Melalui upaya ini, Kemhan berharap, kemandirian pemenuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan dapat diwujudkan dan kemampuan memproduksi alat peralatan pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan yang akan digunakan dalam rangka membangun kekuatan pertahanan dan keamanan dapat ditingkatkan.
"Dengan demikian, anggaran pertahanan yang cukup tinggi dan dibelanjakan ke luar negeri diharapkan akan kembali ke dalam negeri sesuai dengan harapan Presiden Joko Widodo bahwa kebijakan belanja pertahanan harus digeser menjadi investasi pertahanan," pungkas Donny. [as/qnt]