Presiden Erdogan sebagai pewaris kekhalifahan Ottoman yang legendaris akan menunjukkan kepiawaiannya dalam diplomasi politik, sebagaimana telah ditunjukkannya dalam penyelesaian krisis di Afganistan yang lalu.
Amerika Serikat dan Inggris adalah dua negara yang patut diberi perhatian khusus.
Baca Juga:
Trump Sesumbar BRICS Gagal Lawan Dolar Berkat Kebijakan Tarifnya
Inggris merupakan negara di Eropa yang paling vokal menentang perang Rusia di Ukraina serta menyerukan boikot ekonomi.
Hal ini dapat dipahami, mengingat ketergantungan Inggris kepada minyak dan gas Rusia relatif rendah, hanya sekitar 5%.
Selain itu, secara umum garis politik internasionalnya adalah copypaste Amerika Serikat.
Baca Juga:
Prabowo Tegaskan Sinergi dan Kolaborasi Jaga Stabilitas Ekonomi serta Transformasi Nasional
Amerika Serikat sebagai negara super power dan Inggris sebagai ex super power memandang dirinya sebagai sheriff penjaga moralitas value yang dianutnya sebagai nilai yang perlu diterima secara universal.
Kedua negara ini mengesampingkan bahwa tindakan Rusia menyerang negara merdeka Ukraina (special military operations) adalah dipicu oleh iming-iming NATO menawarkan keanggotaan kepada Ukraina.
Dalam doktrin militer Rusia --usai bubarnya Uni Soviet-- negara-negara pecahannya di perbatasan adalah sphere of privileged interests, yang perlu diikat dan dijaga keamanan bersama.