"Mestinya, stimulus saat makanan itu kita makan, kita akan merasakan sesuatu yang menyenangkan. Tapi, buat mereka ini memang tidak bisa mereka terima," katanya.
Sementara gangguan motorik, kata dia, terjadi karena ada struktur yang bermasalah, misalnya pada anak yang mengalami bibir sumbing dan anak yang mengalami kelemahan otot akibat down syndrome.
Baca Juga:
Kalimantan Selatan Tuan Rumah, Ini Arti dan Makna Logo Resmi HPN 2025
"Bibir sumbing, yang secara anatomi memang tidak bisa menutup dengan sempurna, mereka akan kesulitan dalam makan. Kemudian pasien-pasien yang lemah ototnya, pasien down syndrome, kelihatannya males makan, padahal yang terjadi adalah ototnya tidak kuat," katanya.
"Atau pada pasien yang cerebral palsy, mereka mengalami kekakuan pada struktur atau otot-otot yang ada di daerah menelan, sehingga mereka kesulitan untuk menelan," tambahnya.
Untuk itu, agar anak mau makan, kata dia, orang tua harus mampu membangun pesan positif kepada anak mengenai aktivitas makan. Berikan juga pemahaman bahwa makanan terdiri dari banyak jenis dengan rasa, tekstur, dan aroma yang berbeda.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
"Persepsi ini bisa dibangun dengan role model. Dia harus melihat bagaimana orang-orang di rumah itu makan bareng, dia melihat bahwa ternyata enggak apa-apa makan makanan yang dia enggak suka. Ini salah satu yang bisa mengubah persepsi," katanya.
Jika permasalahannya ada pada gangguan sensorik, kata dia, hal tersebut butuh penanganan khusus untuk mencari tahu sensorik mana saja yang mengalami gangguan.
"Pada anak-anak yang gampang jijik, tangannya pun sensitif. Bisa jadi sensitif di daerah oral ini karena sensitif di ujung-ujungnya. Jadi kalau di ujungnya dia enggak merasa aman, apalagi masuk ke dalam mulut," katanya.