Sementara salah satu perusahaan swasta besarnya adalah IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park), pengelola kawasan ekonomi khusus pengolahan bijih nikel di Morowali, Sulawesi Tengah.
Namun dengan berbagai reaksi diplomatis, sorotan kritis tersebut akhirnya hilang begitu saja tanpa tindak lanjut yang jelas.
Baca Juga:
Kalbar Ajak Masyarakat Tanam Pohon Bernilai Ekonomis
Lalu di penghujung tahun, perusahaan-perusahaan tersebut dengan bangga mengumumkan keuntungan besar dalam laporan yang dipoles secara mewah di tengah-tengah isu lingkungan dan kepentingan masyarakat lokal yang belum benar-benar terjawab.
Selama ini, pemerintah hanya melakukan intervensi jika situasi merugikan kepentingan pemerintah pusat atau kepentingan pemilik modal besar.
Sementara saat masyarakat lokal dan aktivis lingkungan mengemukakan aspirasi, baik tuntutan atau penolakan, pemerintah lebih banyak lepas tangan dan menyerahkan penyelesaian kepada para pihak melalui jalur ‘kekeluargaan’/musyawarah mufakat.
Baca Juga:
Ketua Umum Kerah Biru Soroti Kontraktor Nakal di Kawasan PT. IMIP Morowali, Perusahaan Enggan Berkomentar
Jalur ini biasanya selalu tunduk pada hegemoni kapitalis yang berakhir dengan meredupnya aspirasi tanpa ada solusi nyata.
Sebut saja intervensi pemerintah dalam kebijakan hilirisasi yang memaksa penambang menghentikan aktifitas ekspornya dan menjual nikelnya ke smelter-smelter domestik.
Namun naasnya, penghentian ekspor nikel mentah bagi penambang lokal memiliki arti kehilangan margin keuntungan yang signifikan karena harga di pasar global jauh lebih tinggi ketimbang harga beli smelter lokal.