Laporan Veth berjudul “The Expedition to Central Sumatra”. kemudian mendasari pembangunan jalur kereta api dari lokasi eksploitasi tambang menuju pelabuhan Emmahaven yang kini dikenal sebagai Teluk Bayur.
Sementara berdasar tiga laporan rinci Cluysenaer pada 1875 dan 1878 diketahui adanya penawaran anggaran yang lebih rasional untuk rel kereta yang membelah lembah barat-timur, misalnya, membutuhkan biaya sekitar 24,4 juta gulden.
Baca Juga:
Belum Lengkap, Berkas Perkara Ismail Bolong Dikembalikan ke Bareskrim
Pada 1894, jalur rel kereta dari Sawahlunto ke pelabuhan Teluk Bayur telah digunakan untuk mengangkut hasil tambang batu bara sekaligus alat transportasi.
Dari teluk Bayur, batu bara diangkut menggunakan kapal uap SS Sawahlunto dan SS Ombilin-Nederland. Pembangunan fasilitas juga terus lakukan termasuk stasiun kereta api Sawahlunto yang dibangun pada 1918 yang kini menjadi museum kereta api.
Tambang ini dikelola oleh pemerintah kolonial hingga akhirnya pengelolaan berpindah ke PT Bukit Asam Tbk.
Baca Juga:
Bareskrim Periksa Ismail Bolong, Kuasa Hukum: Soal Izin Tambang Batu Bara
Kisah Mbah Suro dan Orang Rantai
Kisah Mbah Suro nama lubang tambang batu bara Ombilin Sawahlunto yang paling terkenal juga terkait dengan sejarah tempat ini.
Mbah Suro adalah sebutan untuk mandor asal Jawa bernama Soerono yang ditugaskan pemerintah kolonial Belanda untuk mengawasi kegiatan para penambang.