Selain memprioritaskan pengendalian dan pengawasan, Ismail juga mendorong agar kerja sama kedua pihak berlanjut dalam pengembangan sumber daya manusia dan pertukaran data dan informasi.
“Pelibatan personil dalam peningkatan SDM antara kedua belah pihak harus segera terwujud melalui kegiatan-kegiatan pelatihan monitoring bersama antara Ditjen SDPPI dan TNI AL. Adanya pelatihan bersama tersebut diharapkan dapat saling bertukar informasi mengenai pola pengawasan penggunaan spektrum frekuensi radio dari kedua belah pihak,” ungkapnya.
Baca Juga:
1.500 Personel TNI AL, KKP dan Nelayan Bongkar Pagar Laut di Pantura Tangerang
Dirjen SDPPI Kementerian Kominfo mengakui ada perbedaan dalam pola pengawasan penggunaan spektrum frekuensi radio baik Ditjen SDPPI dan TNI-AL. Namun, menurutnya hal itu akan memperkuat pola pengawasan di Indonesia.
“Ditjen SDPPI umumnya melakukan pengawasan secara administratif berupa izin (ISR) dan teknis sedangkan TNI AL tentunya digunakan untuk keperluan militer atau untuk kegiatan intelijen dan yang lain. Perbedaan inilah diharapkan menjadi titik temu untuk saling bertukar informasi mengenai pola pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio,” jelasnya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Elektronik TNI AL, Laksamana Pertama Joko Edi mengatakan PKS tersebut bertujuan untuk memberikan proteksi yang lebih baik guna melindungi Indonesia dari berbagai ancaman, khususnya dalam hal ‘peperangan elektronika’ serta membantu TNI dalam mendapatkan data-data sebelum melakukan operasi di lapangan.
Baca Juga:
Pagar Laut di Tanjung Pasir Tangerang Dibongkar, Target 10 Hari
“Dengan adanya Balai monitoring yang tersebar di seluruh provinsi, kami melihat jadi satu peluang, untuk memanfaatkan ini, satu demi kepentingan Kominfo, di sisi yang lain, untuk kepentingan pertahanan dalam bidang peperangan elektronika,” jelasnya.
Hal lain yang menjadi target tersebut adalah untuk melakukan proses pengawasan pengendalian spektrum frekuensi radio khususnya di perairan Indonesia di laut.
“Kita dikomplain dari penerbangan Internasional, karena penerbangan yang melintas, khususnya di Hotspot (Jawa, Sulawesi). Ternyata interferensi sampai ke penerbangan internasional dan mendapat komplain berkali-kali. Meski sudah ditindaklanjuti, itu tetap berulang terus-menerus. Kalau tidak ada tindakan di lapangan, akan terjadi distract,” imbuhnya.