Tidak hanya menjadikan sampah-sampah itu sebuah nilai materi bagi masyarakat. Baginya paling penting lagi, mengubah kebiasaan membuang sampah di sungai atau membakar itu.
Harapannya, tidak ada lagi warga yang membuang sampah ke sungai atau membakarnya. Begitu juga kotoran ternak, baik sapi maupun kambing.
Baca Juga:
Gerakkan Tani Pro Organik: Meningkatkan Hasil Panen dan Mengurangi Ketergantungan Petani di Kalbar
”Biasanya, satu karung kecil sampah organik (daun) itu saya kasih uang seribu atau lebih. Untuk kotoran hewan ternak, biasanya satu karung itu saya kasih 5 ribu. Sebenarnya bukan membeli sih, tapi hanya sebatas uang ganti mengantar sampah itu,” terangnya.
Pupuk kompos organik yang dihasilkan dikatakan Basori, sangat dirasakan manfaatnya. Apalagi, di tengah harga pupuk kimia yang terus naik dan mahal.
Dengan pupuk organik itu, petani dapat lebih hemat. Sebab, pupuk organik 1 ton itu hanya dengan harga Rp 1,5 juta. Jika dibanding dengan pupuk kimia, 1 ton bisa sampai harga Rp 3,6 juta.
Baca Juga:
Petani di Bojonegoro Mulai Beralih Pupuk Organik
Bahkan, lahan pertanian yang terus menerus menggunakan pupuk organik, akan lebih bagus hasil panennya. Selain itu, menjadikan lahan tahan semakin subur.
”Saya pernah coba ke lahan pertanian. Saat itu tanam padi dengan lahan seperempat hektare. Waktu itu memang gunakan murni pupuk kompos organik dari awal. Ternyata, hasil panennya juga sama dengan tanaman padi menggunakan pupuk kimia,” terangnya.
Hanya saja diakui Basori, belum semua petani yang mau beralih menggunakan pupuk organik. Karena, petani saat ini sudah terlanjur milih praktis dan cepat dengan pupuk kimia. Padahal, dari segi biaya lebih hemat. Kemudian, lahan lebih subur dan hasil panen juga lebih sehat.