Menurut Eko Mulyanti dalam buku Sosiologi Pedesaan (2008), masyarakat agraris memiliki hubungan dengan tanah dan air secara erat yang juga berkaitan dengan kdudukan sosial.
Usaha tani bersifat subsisten (keluarga) merupakan dasar pemilikan produksi, konsumsi, dan kehidupan sosial. Artinya, kebanyakan usaha tani yang dijalankan masyarakat agraris adalah usaha keluarga yang turun-temurun.
Baca Juga:
Mengenal Hama Kutu Daun Persik pada Tanaman Cabai dan Cara Membasminya
Seseorang yang datang dari keluarga dengan usaha pertanian yang luas atau maju biasanya memiliki kedudukan sosial yang tinggi. Disebut usaha tani keluarga juga karena masyarakat agraris cenderung bertani untuk memenuhi kebutuhan keluarganya terlebih dahulu, baru kemudian sisanya dijual ke luar.
Namun, bagi yang tidak memiliki usaha tani sendiri, biasanya mereka menjual jasa dan memenuhi kehidupannya dari upah jasa pertanian.
Menetap di kawasan yang subur Ciri-ciri berikutnya dari masyarakat agraris adalah bahwa mereka mentap di kawasan yang subur. Masyarakat agraris bergantung pada lahan subur untuk dapat menumbuhkan tanaman juga mengembangbiakan berbagai hewan pertanian.
Baca Juga:
Petani di Karawang Raup Cuan Ratusan Juta Sekali Panen dari Pertanian Organik
Cotoh kawasan subur yang ditempati masyarakat agraris adalah daerah pegunungan (terutama pegunungan vulkanik yang tanahnya sangat subur dan juga daerah sekitar perairan.
Mahir sistem pengairan
Masyarakat agraris juga mahir dalam sistem pengairan. Mereka mampu membuat sistem irigasi dari sumber mata air alami dan sungai untuk mengairi lahan-lahan pertanian dan peternakan mereka.