WahanaNews-Tani | Tidak hanya pupuk bersubsidi yang langka, petani juga mengeluhkan harga pupuk non subsidi yang mahal.
Dalam dua tahun terakhir, produsen Pupuk Indonesia menyebut bahwa harga pupuk non-subsidi telah mengalami kenaikan 2-3 kali lipat.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia (Persero), Gusrizal mengatakan penyebab kenaikan pupuk non-subsidi adalah akibat krisis gas Eropa, yang menyebabkan harga gas dunia naik signifikan, dan mencapai titik tertinggi dalam sejarah. Gas adalah bahan baku pupuk urea, sehingga menyebabkan kenaikan harga urea global.
"Kemudian, kenaikan harga distribusi akibat pandemi COVID-19, di mana banyak operator logistik dunia terpaksa berhenti beroperasi hingga menyebabkan kenaikan biaya logistik dunia," ucap Gusrizal dalam keterangan tertulis.
Gusrizal menambahkan faktor lain yang membuat harga pupuk naik adalah kebijakan Rusia dan China yang membatasi ekspor pupuknya secara signifikan untuk menjaga ketahanan pangannya. Kedua negara tersebut merupakan negara eksportir pupuk terbesar di dunia.
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
Hal ini diperparah dengan terjadinya perang Rusia-Ukraina dan melibatkan Belarusia yang merupakan eksportir besar dunia untuk bahan baku pupuk jenis KCl.
"Begitu juga beragam sanksi Uni Eropa dan negara Barat terhadap Rusia dan Belarusia, menyebabkan kenaikan harga bahan baku pupuk," imbuh Gusrizal.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan harga pupuk global memang naik secara signifikan bahkan sebelum perang Rusia-Ukraina.