”Di tempat saya, pertanian terlalu bergantung pada pupuk kimia, jadi saat pemerintah mengurangi subsidi pupuk petani kesulitan sekali. Jadi, kami mengembangkan pola tanam yang organik, kami membuat kompos dan pestisidanya sendiri, walau tetap masih menggunakan kimia, hanya diimbangi,” kata Zainul saat ditemui di Jakarta, Senin (27/2/2023).
Sarjana Sastra Arab lulusan Universitas Islam Negeri Mataram itu sempat tidak mau menjadi petani melanjutkan lahan orangtuanya. Dia memilih jalan lain menjadi guru honorer, tetapi selama 15 tahun mengajar dia tidak merasakan kenikmatan bekerja. Akhirnya ia kembali ke kebun dan mempelajari pertanian agar lahan orangtuanya semakin maju.
Baca Juga:
Polres Taput Dukung Asta Cita Presiden Salah Satunya Meningkatkan Ketahanan Pangan
”Ternyata pertanian ini sangat menjanjikan dari cabai, kalau dibandingkan dengan guru honorer jelas jauh sekali pendapatannya. Dulu, jam kerja saya diatur, sekarang saya atur sendiri kapan saya bekerja, bahkan membuka lapangan pekerjaan. Saya tidak pernah mau mengakui saya anak petani, sekarang saya dan teman-teman bangga menjadi petani,” ucapnya.
Kini Zainul bersama kelompok petani mudanya bisa menghasilkan keuntungan mencapai Rp 25 juta per minggu dari bertani cabai. Sistem tani organik yang diinisiasi Zainul pun menjadi contoh bagi petani lain di Desa Dara Kunci.
Ella Familia Putri (20), pemuda asal Padang Pariaman, Sumatera Barat yang menjadi petani padi sambil berkuliah di Universitas Negeri Padang, saat ditemui di sela acara ECHO-Green di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Senin (27/2/2023).
Baca Juga:
Dukung Ketahanan Pangan, Polres Subulussalam Tanam Jagung Serentak
Hal yang sama dirasakan Ella Familia Putri (20) asal Padang Pariaman, Sumatera Barat, yang menjadi petani padi sambil berkuliah di Universitas Negeri Padang. Selain turun langsung bertani dengan sistem organik, Ella juga mengubah sistem penjualan hasil tani mereka menjadi lebih modern berbekal ilmu dari bangku kuliah di jurusan manajemen perdagangan.
”Menurut saya, bertani di usia muda itu keren karena di tempat saya petani sudah lanjut usia, sedikit sekali generasi baru yang melanjutkannya. Padahal, potensinya sangat besar karena dekat hutan, tetapi ada kebun dan sawah," kata Ella.
Dia berharap anak muda tertarik menyalurkan ilmu-ilmu mereka untuk memajukan sektor pertanian karena Indonesia adalah negara agraris. Baginya, masa depan pertanian Indonesia ada di tangan anak muda.