"Di awal saya punya optimisme, di tengah mereka bikin kesalahan. Waktu satu batch bermasalah, dia tidak buru-buru benerin, kan tidak semua tidak bisa nanjak. Lagi-lagi masyarakat kita sebetulnya rewel enggak, dan masih banyak orang dalam di industri ini yang alergi yang namanya recall," jelas Bebin.
Adapun masalah yang dimaksud Bebin adalah kasus DFSK Glory 580 yang tidak bisa menanjak. Kala itu DFSK Glory 580 digugat ke pengadilan karena sejumlah konsumen mengeluhkan mobilnya tidak kuat nanjak.
Baca Juga:
Studi Ungkap Alasan Konsumen Indonesia Kepincut dengan Mobil China
Dalam gugatannya, tujuh orang konsumen DFSK Glory 580 meminta ganti rugi material dan immaterial mencapai Rp 8.959.000.000. Bila dirinci ganti rugi material yang dituntut konsumen total sebesar Rp 1.959.000.000. Lalu, konsumen juga menuntut ganti rugi immaterial sebesar masing-masing Rp 1.000.000.000 dengan total kerugian immaterial menjadi Rp 7.000.000.000.DFSK saat itu tidak melakukan recall lantaran bukan cacat produksi. Mobil DFSK juga sudah mendapat sertifikasi dan uji kelayakan.
PN Jakarta Selatan kemudian mengumumkan putusan pengadilan terhadap gugatan ketujuh konsumen DFSK tersebut. Dalam putusannya, PN Jakarta Selatan menolak gugatan konsumen DFSK yang menuntut karena mobilnya tidak kuat nanjak.
Putusan itu diketuk palu pada 31 Mei 2022. PN Jakarta Selatan memutuskan menolak seluruh gugatan. Tak lama setelah itu, DFSK tidak lagi menjual Glory 580. Kini DFSK mengandalkan Glory 560, Glory i-Auto, Gelora, dan pickup Supercab.
Baca Juga:
Industri Otomotif China Terus Alami Catatan Pertumbuhan
Dalam waktu dekat, akan ada satu pabrikan China yang kembali mengisi pasar otomotif Indonesia. Adalah Chery yang siap memasuki segmen premium lewat dua SUV Tiggo 7 Pro dan Tiggo 8 Pro. Chery rencananya akan membangun pabrik di Indonesia untuk memproduksi mobil di sini sekaligus kebutuhan ekspor. [afs]