WahanaInfrastruktur.com | "Pembangunan berhenti, cicilan berhenti. Lanjutkan pembangunan dan pembayaran pun akan berlanjut!"
Pernyataan itu adalah seruan pada demonstrasi di China yang diikuti oleh orang-orang yang telah membeli apartemen. Mereka menyampaikan kemarahan atas pembangunan yang tak kunjung tuntas.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Ratusan orang berhenti membayar cicilan pelunasan properti mereka. Ini merupakan sebuah langkah radikal di China, negara yang tidak memberi toleransi pada perbedaan pendapat.
Pasangan muda yang pindah ke Zhengzhou mengatakan kepada BBC, setelah mereka membayar uang muka pada tahun lalu, pengembang properti mengundurkan diri sehingga pembangunan pun terhenti.
"Saya telah membayangkan berkali-kali kegembiraan tinggal di rumah baru, tapi sekarang semuanya terasa konyol," kata perempuan yang tidak ingin disebutkan namanya itu.
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Seorang wanita berusia 20-an tahun yang juga membeli rumah di Zhengzhou mengatakan kepada BBC bahwa dia juga siap untuk berhenti membayar cicilan rumahnya. "Ketika proyek dilanjutkan sepenuhnya, saya akan lanjut membayar," ucapnya.
Banyak dari orang-orang ini sebenarnya mampu membayar cicilan, tapi memilih untuk menangguhkan pembayaran. Kondisi ini berbeda dengan krisis properti Amerika Serikat pada tahun 2007, yang dipicu gagal bayar oleh para peminjam berisiko tinggi.
Mereka telah membeli rumah di sekitar 320 proyek di seluruh negeri, menurut perkiraan yang bersumber dari situs Github. Orang-orang ini mengunggah keputusan mereka. Namun tidak jelas berapa banyak orang yang benar-benar berhenti membayar cicilan properti.