Health.WahanaNews.co | Sejatinya Thalassemia bukan penyakit dan kondisi kesehatan yang baru ada di Indonesia.
Thalassemia ditemui di seluruh dunia, terutama negara-negara yang termasuk dalam thalassemia belt (Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika sub-sahara dan Mediterania), termasuk Indonesia.
Baca Juga:
Mengenal Bintik Merah di Kulit karena Anemia? Begini Cara Mengobatinya
Prevalensi penduduk dunia yang memiliki kelainan gen hemoglobin sekitar 7-8%, sehingga seharusnya di Indonesia terdapat sekitar 20 juta penduduk Indonesia yang membawa kelainan gen ini.
Sampai 2016 baru terdapat 9.121 pasien thalassemia mayor di Indonesia, akan tetapi sebenarnya masih banyak yang belum terdeteksi dan mendapat pengobatan optimal.
Untuk diketahui, Thalassemia merupakan penyakit kelainan darah merah yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak dan keturunannya.
Baca Juga:
Cegah Stunting, Remaja Putri Diimbau Cegah Penyakit Anemia
Penyakit ini disebabkan karena berkurangnya atau tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin utama manusia, hal ini menyebabkan eritrosit mudah pecah dan menyebabkan pasien menjadi pucat karena kekurangan darah (anemia).
Mengenai thalassemia sudah ada penelitiannya di Indonesia.
Penelitiannya ini dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Hasilnya mengejutkan kita semua.
Yaitu, pengetahuan dan kesadaran remaja Indonesia terhadap penyakit thalassemia masih rendah.
Bahkan hampir keseluruhan responden belum pernah melakukan tes skrining carrier Thalassemia.
Kesimpulan tersebut didapat dari penelitian berjudul “Cross-sectional study on knowledge, attitude and practice towards thalassaemia among Indonesian youth” tersebut disusun oleh tiga mahasiswa FKUI Kelas Internasional angkatan 2017, yaitu Edward Christopher Yo, Muhammad Maulana Wildani, dan Visabella Rizky Triatmono.
Ketua dan penulis utama pada penelitian ini adalah Guru Besar dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Prof. Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K).
Turut terlibat dalam penelitian, alumni FKUI dr. Mikhael Yosia.
Hasil penelitian ini pun berhasil dipublikasikan di jurnal BMJ Open, sebuah jurnal internasional level Q1 (bmjopen.bmj.com/content/11/12/e054736.full).
Mengenai hasil penelitian ini, salah satu peneliti, Edward menyampaikan bahwasannya masih banyak orang yang belum paham mengenai penyakit thalassemia. Padahal data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan 2 kali lipat pada jumlah kasus pengidap thalassemia di Indonesia dari tahun 2012 sampai 2018.
Namun ada yang unik dari penelitian dengan cara menyebarkan survei online berskala nasional pada akhir 2020 lalu, yang menjaring lebih dari 900 responden yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, yaitu; sebagian besar anak muda Indonesia mempunyai pengetahuan rendah terhadap penyakit thalassemia, namun memiliki sikap positif untuk belajar lebih banyak tentang penyakit ini.
“Contohnya, masih banyak yang belum mengetahui apa itu penyakit thalassemia, ada berapa jenis, dan apa perbedaan antara pasien thalassemia mayor dengan pembawa sifat/karier thalassemia,” papar Edward, dilansir dari laman fk.ui.ac.id.
Hasil lainnya yang didapat dari penelitian ini, ternyata anak muda Indonesia juga mempunyai perilaku serta kesadaran kurang terhadap penyakit thalassemia.
Sebanyak 95.7% responden mengakui belum pernah melakukan uji saring/skrining thalassemia.
Hal ini menandakan bahwa program skrining thalassemia di Indonesia saat ini masih kurang disosialisasikan oleh pemerintah kepada masyarakat khususnya kepada generasi muda, sehingga mereka tidak paham betapa pentingnya melakukan skrining penyakit ini diusia muda.
Padahal, jika skrining thalassemia dilakukan pada usia muda sebagai upaya preventif, hal ini diharapkan mampu membantu mencegah munculnya kasus-kasus thalassemia baru dimasa mendatang.
Hal ini berarti juga membantu negara menghemat biaya pengobatan yang sangat mahal.[gab]