Sejak SD, yaitu tahun 1999, Sugeng bahkan sudah menginisiasi untuk menanam pohon di pegunungan tandus tersebut karena keprihatinan di tempat kelahirannya. Setelah dewasa, yaitu pada 2007, Sugeng menggandeng teman dan seniornya tergabung dalam Karang Taruna Bukit Putra Mandiri untuk bersama-sama membangun Ekowisata Desa Nglanggeran sehingga menjadi motor penggerak bisnis di kawasan wisata tersebut.
Menurut Suyanto dkk (2020), kepemimpinan seperti yang dilakukan Sugeng sangat penting untuk mengembangkan mimpi bersama untuk hidup lebih baik di masa depan, meningkatkan kesadaran akan potensi lokal, melakukan sosialisasi program kepada seluruh pemangku kepentingan, membangun jejaring kerja sama, melakukan inovasi, mempercepat proses distribusi, dan untuk melakukan evaluasi berkelanjutan.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Faktor putra daerah asli juga sangat mendukung usaha yang dilakukan oleh Sugeng dan rekan-rekannya karena ada perasaan senasib-sepenanggungan.
Ketiga, Collaborative Action. Menurut Ansel (2008) pembuatan kebijakan dengan kolaborasi (collaborative policy making) harus memfasilitasi eksplorasi bersama atas masalah kebijakan yang memungkinkan para pelaku kebijakan yang relevan dan yang terkena dampak untuk menyepakati cara-cara baru dalam mendefinisikan masalah yang menekankan urgensinya dan membuatnya dapat dipecahkan.
Apa yang terjadi di Desa Wisata Nglanggeran merupakan bukti nyata bagaimana proses tersebut berjalan dengan baik. Para stakeholder dalam Penta Helix yang terdiri dari akademisi, pelaku bisnis, komunitas, pemerintah, dan media berkolaborasi dan menjadi salah satu kunci sukses dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di Desa Nglanggeran.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Menurut Purbasari dan Manaf (2018), Desa Wisata Nglanggeran melibatkan masyarakat sebagai subjek dan objek kegiatan pariwisata. Mereka masuk dalam rombongan penyedia homestay, penyedia kuliner, pemandu wisata, pegiat seni, pegiat pertanian, dan penyelenggara kegiatan pariwisata. Selain sebagai pelaku, masyarakat juga menjadi penerima manfaat langsung dari kegiatan pariwisata.
Masyarakat juga dilibatkan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi desa wisata untuk berinteraksi langsung dengan wisatawan. Hal ini juga terkait langsung dengan pengambilan keputusan dalam pengelolaan dan pengembangan desa wisata yang dilakukan melalui forum pertemuan seluruh stakeholder yang diadakan setiap "Malam Selasa Kliwon".
Menurut Ansel (2008), pemberian kesempatan bagi para pelaku yang relevan dan terkena dampak untuk berpartisipasi dalam desain solusi inovatif akan menciptakan rasa komitmen dan tanggung jawab bersama untuk implementasi desain kebijakan inovatif.