WahanaNews.co | Desa Nglanggeran, sebuah wilayah di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta lagi-lagi membuat nama Indonesia harum. Kali ini Desa Nglanggeran meraih penghargaan sebagai desa wisata terbaik di dunia dari United Nations World Tourism Organization (UNWTO). Sebelumnya pernah mendapat penghargaan ASEAN Sustainable Tourism Award pada 2018 dan ASEAN Community Based Tourism (CBT) Award 2017.
Penghargaan desa wisata terbaik itu diraih bersama dengan 44 desa dari 32 negara di antara 174 desa yang diusulkan dari 75 negara anggota UNWTO. Ke-44 desa dianggap menonjol karena sumber daya alam dan budayanya serta tindakan dan komitmen inovatif dan transformatifnya terhadap pengembangan pariwisata sejalan dengan SDGs.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Penilaian dilakukan oleh Dewan Penasihat independen berdasarkan seperangkat kriteria yang antara lain budaya dan sumber daya alam, promosi dan konservasi sumber daya, budaya keberlanjutan ekonomi dan sosial, ketahanan lingkungan hingga potensi dan pengembangan pariwisata.
Bagi Desa Wisata Nglanggeran, prestasi-prestasi internasional tersebut menjadi puncak atas sederet penghargaan nasional yang pernah diraih sebelumnya, antara lain Pelaku PNPM Mandiri Terbaik 2014 dari Kementerian Sosial dan Juara II Pokdarwis Berprestasi Tingkat Nasional 2013 dari Kementerian Pariwisata.
Sederet prestasi tersebut mengindikasikan bahwa pengelola Desa Wisata Nglanggeran tidak cepat berpuas diri atas pencapaian yang ada, melainkan terus menerus mengembangkan diri untuk selalu lebih baik lagi.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Desa Nglanggeran saat ini menawarkan berbagai atraksi wisata yang lengkap mulai dari alam, budaya, hingga kuliner antara lain Gunung Api Purba Nglanggeran, Kampung Pitu, Air Terjun Kedung Kandang, dan Griya Coklat Nglanggeran.
Sederet prestasi sebagai pengakuan dunia atas keberhasilan Desa Wisata Nglanggeran ini menjadi menarik untuk didalami lebih lanjut. Hal ini kemudian berguna agar dapat menjadi contoh bagi desa wisata lain untuk mengembangkan diri.
Ada setidaknya tiga hal kunci keberhasilan Desa Wisata Nglanggeran atas apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan. Pertama, SWOT Analisis yang memadai. Menurut Bryson (2004), untuk menentukan strategi diperlukan analisis Lingkungan Internal dan Eksternal.
Lingkungan Internal berkaitan dengan hal-hal yang dapat dikendalikan dan lebih tentang kondisi saat ini (controlled and more about the present) sehingga menghasilkan identifikasi Kekuatan dan Kelemahan (Strengths dan Weakness).
Lingkungan Eksternal berkaitan dengan hal-hal yang yang dapat tidak dapat dikendalikan dan lebih tentang kondisi masa depan (uncontrolled and more about the future) sehingga menghasilkan identifikasi Opportunities dan Threats.
Kawasan Nglanggeran terletak di Geopark Gunung Sewu memiliki keunikan bentang alam pegunungan batu purba yang jarang ada di tempat lain, sehingga menjadi Strength (S), di sisi lain, Weakness (W) yang teridentifikasi terutama adalah kualitas SDM yang rendah.
Opportunity (O) yang dimiliki adalah ditetapkannya Nglanggeran sebagai Geopark Nasional oleh Komite Nasional Geopark Indonesia pada 2013 dan Global oleh UNESCO Global pada 2015. Sedangkan Threat (T) yang dihadapi adalah air bersih dan sarana prasarana yang belum memadai.
Ketika SWOT telah dilakukan dengan memadai, kemudian disimpulkan core competencies serta value yang bisa diberikan, maka strategi yang tepat dapat diambil dan dilaksanakan.
Langkah awal yang dilakukan Sugeng Handoko (selaku pionir) adalah mengatasi kesulitan air bersih dengan melakukan penghijauan, atau mengatasi Threat yang juga digunakan sebagai faktor untuk menyatukan seluruh elemen masyarakat sehingga mau terlibat dan bekerja sama.
Kedua, adanya Transformational Leadership. Menurut Bass (1999), Transformational Leadership mengacu pada pemimpin yang menggerakkan pengikut melampaui kepentingan pribadi melalui karisma, inspirasi, stimulasi intelektual, atau pertimbangan individual. Hal tersebut meningkatkan keyakinan pengikut dan harapan untuk mencapai cita-cita, aktualisasi diri, dan kesejahteraan masyarakat.
Pemimpin harus mampu mendefinisikan dengan jelas masa depan yang diinginkan, mengartikulasikan bagaimana hal itu dapat dicapai, memberikan contoh untuk diikuti, menunjukkan tekad, dan kepercayaan diri. Pencapaian Desa Wisata Nglanggeran tidak dapat dilepaskan dari peran besar Sugeng Handoko. Putra asli Desa Nglanggeran kelahiran 28 Februari 1988 ini merupakan pemimpin transformasional di desa tersebut.
Sejak SD, yaitu tahun 1999, Sugeng bahkan sudah menginisiasi untuk menanam pohon di pegunungan tandus tersebut karena keprihatinan di tempat kelahirannya. Setelah dewasa, yaitu pada 2007, Sugeng menggandeng teman dan seniornya tergabung dalam Karang Taruna Bukit Putra Mandiri untuk bersama-sama membangun Ekowisata Desa Nglanggeran sehingga menjadi motor penggerak bisnis di kawasan wisata tersebut.
Menurut Suyanto dkk (2020), kepemimpinan seperti yang dilakukan Sugeng sangat penting untuk mengembangkan mimpi bersama untuk hidup lebih baik di masa depan, meningkatkan kesadaran akan potensi lokal, melakukan sosialisasi program kepada seluruh pemangku kepentingan, membangun jejaring kerja sama, melakukan inovasi, mempercepat proses distribusi, dan untuk melakukan evaluasi berkelanjutan.
Faktor putra daerah asli juga sangat mendukung usaha yang dilakukan oleh Sugeng dan rekan-rekannya karena ada perasaan senasib-sepenanggungan.
Ketiga, Collaborative Action. Menurut Ansel (2008) pembuatan kebijakan dengan kolaborasi (collaborative policy making) harus memfasilitasi eksplorasi bersama atas masalah kebijakan yang memungkinkan para pelaku kebijakan yang relevan dan yang terkena dampak untuk menyepakati cara-cara baru dalam mendefinisikan masalah yang menekankan urgensinya dan membuatnya dapat dipecahkan.
Apa yang terjadi di Desa Wisata Nglanggeran merupakan bukti nyata bagaimana proses tersebut berjalan dengan baik. Para stakeholder dalam Penta Helix yang terdiri dari akademisi, pelaku bisnis, komunitas, pemerintah, dan media berkolaborasi dan menjadi salah satu kunci sukses dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di Desa Nglanggeran.
Menurut Purbasari dan Manaf (2018), Desa Wisata Nglanggeran melibatkan masyarakat sebagai subjek dan objek kegiatan pariwisata. Mereka masuk dalam rombongan penyedia homestay, penyedia kuliner, pemandu wisata, pegiat seni, pegiat pertanian, dan penyelenggara kegiatan pariwisata. Selain sebagai pelaku, masyarakat juga menjadi penerima manfaat langsung dari kegiatan pariwisata.
Masyarakat juga dilibatkan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi desa wisata untuk berinteraksi langsung dengan wisatawan. Hal ini juga terkait langsung dengan pengambilan keputusan dalam pengelolaan dan pengembangan desa wisata yang dilakukan melalui forum pertemuan seluruh stakeholder yang diadakan setiap "Malam Selasa Kliwon".
Menurut Ansel (2008), pemberian kesempatan bagi para pelaku yang relevan dan terkena dampak untuk berpartisipasi dalam desain solusi inovatif akan menciptakan rasa komitmen dan tanggung jawab bersama untuk implementasi desain kebijakan inovatif.
Sehingga adanya perasaan kepemilikan bersama atas solusi kebijakan yang inovatif akan membantu mencegah ketidaktahuan dan bahkan perlawanan dan membaliknya untuk mendukung realisasi tujuan kebijakan bersama .
Apa yang telah dicapai oleh Desa Wisata Nglanggeran tentu tidak bisa diraih hanya dalam satu atau dua tahun; perlu proses panjang dan usaha keras dari semua pihak yang berkepentingan di sana. Saat ini banyak sekali desa lain yang berkunjung dan melakukan studi banding ke sana.
Namun demikian jika nantinya desa-desa lain hanya meniru mentah-mentah dari apa yang telah dilakukan oleh Desa Wisata Nglanggeran, bukan tidak mungkin hanya akan berujung kegagalan.
Maka penting sekali bagi desa lain yang ingin mengembangkan wisatanya untuk menjadikan tiga kunci tersebut, yaitu SWOT Analisis yang memadai untuk tahu pasti kelebihan-kelemahan, peluang-ancaman sendiri sehingga mampu menyusun strategi yang paling pas untuk desanya.
Kemudian adanya peran pemimpin perubahan yang mampu membawa dan mengkoordinir seluruh elemen masyarakat untuk bergerak bersama. Dan, adanya kolaborasi seluruh elemen yang terkait, baik pemerintah, masyarakat sekitar, akademisi, media massa, serta swasta.
[kaf]