Kata Wawan, petani hanya membayar Rp 2.250 per kilogram urea bersubsidi atau Rp 112.500 per karung.
Sedangkan untuk pupuk NPK bersubsidi, ujarnya, petani membayar Rp 2.300 per kilogram atau Rp 115.000 per karung.
Baca Juga:
Kejati Sulut Sosialisasikan Pemberantasan TPPO melalui Program Jaksa Masuk Sekolah
Mengacu pada harga tersebut, seharusnya SP juga mendapatkan keuntungan hampir sama dengan yang didapatkan ASB untuk setiap pengiriman ke Kabupaten Ngawi.
Namun menurut Wawan, jika SP sebagai anggota kelompok tani juga mendapat jatah alokasi pupuk bersubsidi, maka jatah yang dimilikinya tidak akan cukup untuk satu pengiriman sebanyak 120 karung atau enam ton.
Karena pupuk bersubsidi disalurkan melalui kelompok tani dengan rincian nama petani penerima berikut jatah yang didapatkan masing-masing petani.
Baca Juga:
Rumah Kebakaran Gegara Ditinggal Bayar Listrik,
"Informasi yang saya dapatkan, oknum-oknum anggota kelompok tani ini membeli pupuk bersubsidi ke petani-petani lainnya dari beberapa kelompok tani," ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat.
Jika SP harus membeli pupuk bersubsidi dari petani-petani lainnya, kata Wawan, maka selisih harga yang didapatkannya akan kurang dari Rp 5.000 per karung.
Meski keuntungannya tergolong kecil, namun tersangka SP dan ASB mengaku telah mengirimkan pupuk bersubsidi ke Kabupaten Ngawi sebanyak 16 kali.