Krtnews.id | Polisi menetapkan seorang petani berinisial SP (41), sebagai tersangka dalam kasus jual beli pupuk bersubsidi pada Jumat (11/2/2022).
SP, warga Desa Sumberboto, Kecamatan Wonotirto, Blitar, Jawa Timur, itu dijadikan tersangka setelah diduga menjual pupuk bersubsidi urea dan NPK sebanyak enam ton atau 120 karung kepada tersangka lainnya, ASB (39), warga Kecamatan Kanigoro.
Baca Juga:
Kejati Sulut Sosialisasikan Pemberantasan TPPO melalui Program Jaksa Masuk Sekolah
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Blitar AKP Ardyan Yudo Setyantono menyebut SP dan ASB, telah melakukan praktik tersebut sebanyak 16 kali sepanjang 2021.
"SP menjual pupuk bersubsidi kepada ASB, lalu ASB mengirimkan pupuk itu kepada penadah di Kabupaten Ngawi," kata Yudo, Sabtu (12/2/2022).
SP mendapatkan pembayaran pupuk bersubsidi itu dari ASB, kata dia, sebesar Rp 120.000 per karung. Lalu ASB mendapatkan pembayaran dari penadah di Kabupaten Ngawi Rp 125.000 per karung tanpa beban pengiriman.
Baca Juga:
Rumah Kebakaran Gegara Ditinggal Bayar Listrik,
Yudo mengatakan, keuntungan yang diperoleh ASB sudah jelas, yakni Rp 5.000 per karung atau Rp 600.000 untuk setiap pengiriman sebanyak 120 karung yang berbobot total enam ton. Satu karung berisi 50 kilogram pupuk.
Namun Yudo tidak menyebutkan berapa keuntungan yang diperoleh SP, petani anggota Kelompok Tani Sukamaju itu.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Wawan Widianto mengatakan seorang anggota kelompok tani membeli pupuk bersubsidi di harga yang lebih murah daripada pupuk nonsubsidi yang ada di pasaran.
Kata Wawan, petani hanya membayar Rp 2.250 per kilogram urea bersubsidi atau Rp 112.500 per karung.
Sedangkan untuk pupuk NPK bersubsidi, ujarnya, petani membayar Rp 2.300 per kilogram atau Rp 115.000 per karung.
Mengacu pada harga tersebut, seharusnya SP juga mendapatkan keuntungan hampir sama dengan yang didapatkan ASB untuk setiap pengiriman ke Kabupaten Ngawi.
Namun menurut Wawan, jika SP sebagai anggota kelompok tani juga mendapat jatah alokasi pupuk bersubsidi, maka jatah yang dimilikinya tidak akan cukup untuk satu pengiriman sebanyak 120 karung atau enam ton.
Karena pupuk bersubsidi disalurkan melalui kelompok tani dengan rincian nama petani penerima berikut jatah yang didapatkan masing-masing petani.
"Informasi yang saya dapatkan, oknum-oknum anggota kelompok tani ini membeli pupuk bersubsidi ke petani-petani lainnya dari beberapa kelompok tani," ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat.
Jika SP harus membeli pupuk bersubsidi dari petani-petani lainnya, kata Wawan, maka selisih harga yang didapatkannya akan kurang dari Rp 5.000 per karung.
Meski keuntungannya tergolong kecil, namun tersangka SP dan ASB mengaku telah mengirimkan pupuk bersubsidi ke Kabupaten Ngawi sebanyak 16 kali.
Polisi masih mendalami kasus ini
AKP Ardyan Yudo Setyantono mengaku belum banyak mendapatkan informasi terkait modus operandi praktik jual beli pupuk bersubsidi.
Ia juga tidak bersedia menjawab saat ditanya adanya pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus itu.
"Kita masih akan dalami lebih jauh kasus ini," ujarnya.
Pengungkapan kasus ini berawal dari ditemuinya kegiatan pemindahan muatan pupuk satu truk ke truk lainnya di pinggir jalan di wilayah Kecamatan Kanigoro pada tengah malam, Senin (7/2/2022).
Petugas patroli dari kepolisian sektor Kanigoro memeriksa kegiatan bongkar-muat mencurigakan itu dan mendapati adanya pemindahmuatan pupuk bersubsidi. [jat]