Saat ini, Desy melihat kondisi inflasi yang tinggi bukan menjadi alasan yang kuat bagi masyarakat untuk membeli emas sebagai instrumen safe haven, kecuali untuk diversifikasi aset.
Sebab fundamental ekonomi dalam negeri yang solid tidak akan menimbulkan gejolak layaknya awal pandemi.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Senada, analis Bahana Sekuritas Timothy Wijaya menilai, prospek komoditas nikel akan cukup solid.
Selain dari pengembangan EV, permintaan logam nikel juga datang dari industri baja anti karat atau stainless steel.
Sementara untuk emas, Timothy menyebut saat ini terdapat kekhawatiran dimana beberapa bank mulai menjual emas dan mengganti dengan dollar Amerika Serikat (AS).
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Ini karena mata uang negeri Paman Sam tersebut sedang mengalami penguatan yang cukup signifikan dengan adanya peningkatan suku bunga.
“Terlihat dari harga emas yang menurun dan juga US dollar index (DXY) yang terus naik. Harga emas kiranya bisa stabil di level US$ 1.850 per oz untuk tahun ini,” terang Timothy.
Desy menilai, kinerja INCO dan MDKA akan lebih solid tahun ini. Sebab, INCO dan MDKA berkutat di bisnis pertambangan logam nikel yang permintaannya dalam tren meningkat serta adanya kenaikan harga.