Di negara lain seperti Korea Selatan, angka kematian tertinggi harian terjadi pada 22 Desember 2021, yaitu 109 orang sehari. Kemudian, di Kanada pada 27 Januari 2022 ada 309 orang yang wafat.
Lantas, mengapa jumlah kematian akibat varian Omicron ternyata lebih tinggi?
Baca Juga:
Kerap Disangka Flu Ringan, Ini Tanda-tanda Omicron BA.4-BA.5
"Lebih tingginya angka kematian ini bukan karena Omicron lebih mematikan, tetapi karena jumlah kasus akibat Omicron di negara-negara itu naik amat tinggi sehingga walaupun proporsi kematian lebih kecil daripada Delta tapi angka mutlaknya tetap besar," ujarnya menjelaskan.
Eks Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes ini berkata, Indonesia bisa melakukan 5 hal jika hendak lebih mengendalikan penyebaran Covid-19 varian Omicron demi mengantisipasi kejadian seperti di negara-negara tersebut.
Pertama, Tjandra menyarankan penerapan pembatasan sosial diperketat. Masyarakat diimbau menjadikan pola hidup baru atau new normal menjadi now normal. Pemerintah disebutnya perlu menerapkan PPKM, PTM terbatas atau PJJ bagi siswa dan bentuk pembatasan lain.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Minta Waspadai Kasus Omicron B1.4 dan BA.5 di Indonesia
Kedua, Tjandra menyarankan pemerintah mengoptimalkan pelaksanaan tes, telusur, dan pengobatan atau 3T. Masyarakat yang bergejala atau ada kontak diimbau segera melakukan tes, dan pemerintah meningkatkan dan memudahkan tes serta meningkatkan kegiatan telusur.
Ketiga, Indonesia perlu meningkatkan cakupan vaksin baik yang primer maupun penguat (booster).
"Keempat, walaupun sekarang yang dominan adalah transmisi lokal tapi bagaimanapun kemungkinan penularan dari luar negeri tetap harus dicegah. Hal kelima adalah mempersiapkan rumah sakit dengan lima aspek: ketersediaan tempat tidur dan ruang rawat, obat & alat, sistem kerja yang aman, sistem rujukan yang cermat serta yang paling penting adalah ketersediaan dan sistem kerja yang baik bagi tenaga kesehatan," ujarnya. [tum]