MAWAKA ID | Sifat Omicron yang mudah menyebar membuat kenaikan kasus terjadi dalam waktu relatif pendek dibanding saat varian-varian Covid-19 lain muncul.
Gelombang ketiga pandemi Covid-19 akibat varian Omicron menyebabkan banyak negara mengalami lonjakan kasus dalam waktu singkat.
Baca Juga:
Kerap Disangka Flu Ringan, Ini Tanda-tanda Omicron BA.4-BA.5
Kenaikan jumlah kasus Covid-19 dalam waktu singkat ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi hampir seluruh negara.
Meski disebut tidak lebih bahaya dibanding varian lain, kemunculan Omicron tetap berpengaruh terhadap kenaikan tiba-tiba jumlah pasien yang harus dirawat akibat Covid-19.
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI cum Guru Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama berkata, varian Omicron memang lebih menular dibanding varian Covid-19 lain termasuk Delta. Akan tetapi, dampak varian ini terhadap potensi munculnya peristiwa kematian akibat Covid-19 jauh lebih rendah.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Minta Waspadai Kasus Omicron B1.4 dan BA.5 di Indonesia
“Tapi kita perlu waspada, ada beberapa negara yang angka kematian total pada saat Omicronnya ternyata lebih tinggi daripada ketika negara itu menghadapi varian Delta. Sebabnya karena jumlah kasus total memang jauh lebih tinggi pada Omicron dibandingkan Delta," kata Tjandra dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/2/2022).
Mengutip artikel World Economic Forumberjudul 'If Omicron is less severe, why are COVID-19 deaths rising?' Tjandra menyebut pada 28 Januari lalu gelombang kematian akibat Covid-19 di Australia sempat mencapai titik tertinggi sejak pandemi berlangsung.
Kondisi serupa juga dialami Amerika Serikat pada akhir Januari 2022 saat jumlah rata-rata kematian akibat Covid-19 mencapai 2.200 orangper hari.
Di negara lain seperti Korea Selatan, angka kematian tertinggi harian terjadi pada 22 Desember 2021, yaitu 109 orang sehari. Kemudian, di Kanada pada 27 Januari 2022 ada 309 orang yang wafat.
Lantas, mengapa jumlah kematian akibat varian Omicron ternyata lebih tinggi?
"Lebih tingginya angka kematian ini bukan karena Omicron lebih mematikan, tetapi karena jumlah kasus akibat Omicron di negara-negara itu naik amat tinggi sehingga walaupun proporsi kematian lebih kecil daripada Delta tapi angka mutlaknya tetap besar," ujarnya menjelaskan.
Eks Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes ini berkata, Indonesia bisa melakukan 5 hal jika hendak lebih mengendalikan penyebaran Covid-19 varian Omicron demi mengantisipasi kejadian seperti di negara-negara tersebut.
Pertama, Tjandra menyarankan penerapan pembatasan sosial diperketat. Masyarakat diimbau menjadikan pola hidup baru atau new normal menjadi now normal. Pemerintah disebutnya perlu menerapkan PPKM, PTM terbatas atau PJJ bagi siswa dan bentuk pembatasan lain.
Kedua, Tjandra menyarankan pemerintah mengoptimalkan pelaksanaan tes, telusur, dan pengobatan atau 3T. Masyarakat yang bergejala atau ada kontak diimbau segera melakukan tes, dan pemerintah meningkatkan dan memudahkan tes serta meningkatkan kegiatan telusur.
Ketiga, Indonesia perlu meningkatkan cakupan vaksin baik yang primer maupun penguat (booster).
"Keempat, walaupun sekarang yang dominan adalah transmisi lokal tapi bagaimanapun kemungkinan penularan dari luar negeri tetap harus dicegah. Hal kelima adalah mempersiapkan rumah sakit dengan lima aspek: ketersediaan tempat tidur dan ruang rawat, obat & alat, sistem kerja yang aman, sistem rujukan yang cermat serta yang paling penting adalah ketersediaan dan sistem kerja yang baik bagi tenaga kesehatan," ujarnya. [tum]