Martabat NET | Rekomendasi pemberhentian Terawan dikeluarkan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melalui Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh pekan lalu.
Namun, itu bukan isu pemecatan Terawan yang pertama. Pada 2018, surat keputusan pemecatan sementara turut beredar karena Terawan dinilai menyalahi kode etik kedokteran melalui metode 'cuci otak' yang dia lakukan.
Baca Juga:
Dinas Kesehatan Yogyakarta Targetkan 30.702 Anak Terima Imunisasi Polio pada PIN 2024
Proses rekomendasi pemberhentian Terawan sudah muncul sejak 2013. Sehingga, IDI menilai itu merupakan proses panjang dan penuh pertimbangan.
Selain itu, MKEK IDI menambahkan poin rekomendasi pemberhentian Terawan lantaran Terawan telah melakukan promosi kepada masyarakat luas tentang Vaksin Nusantara sebelum penelitian mengenai vaksin selesai.
Metode cuci otak tersebut juga dikenal sebagai metode Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF) untuk tujuan terapi modifikasi Digital Subtraction Angiography (DSA).
Baca Juga:
Pemkab Batang, Massifkan Pencegahan Kasus Flu Singapura (HFMD)
Namun, metode terapi cuci otak Terawan juga direkomendasikan untuk dihentikan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penyelesaian Pelayanan Kesehatan. Mereka menyatakan Metode IAHF sebagai terapi yang resmi dibentuk Menteri Kesehatan periode 2014-2019 Nila Farid Moeloek.
Adapun nama IAHF baru diperkenalkan Terawan melalui disertasi di Universitas Hasanuddin Makassar tahun 2016.
Satgas menilai prosedur terapi cuci otak Terawan belum jelas telah didukung oleh bukti ilmiah yang sahih atau tidak sehingga memicu kontroversi baik di masyarakat maupun di kalangan kedokteran.