Jurnalmaritim.id | Visi Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia yang tertuang dalam Perpres No.16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia merupakan suatu keniscayaan sebab potensi kelautan nusantara yang luas dan kaya.
Salah satu dari 7 pilar utama kebijakan tersebut adalah pengelolaan SDA dan pengembangan SDM yang terikat erat dengan riset dan teknologi.
Baca Juga:
Hari Maritim Nasional ke-58, Presiden Jokowi: Cara Kita Melihat Laut Harus Berubah
Sebagai upaya mewujudkan penguatan riset dan penyiapan SDM di bidang kemaritiman, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Kapasitas SDM Kemaritiman, Kamis (19/5) secara daring.
Setiap tahun 58% perdagangan dunia melewati Selat Malaka dengan total nilai perdagangan sebanyak US$ 435 Miliar dan potensi kemaritiman Indonesia bernilai US$ 1,33 Triliun per tahun.
Potensi ini akan optimal jika Indonesia mampu menguasai teknologi kemaritiman dalam hal insfrastruktur maupun kualitas SDM. Sehingga posisi strategis sebagai poros maritim dunia dapat tercapai.
Baca Juga:
Pemerintah Belum Fokus Wujudkan Indonesia Jadi Poros Maritim Dunia
“BRIN, sebagai payung riset nasional, memiliki peran penting dalam mewujudkan Indonesia menjadi poros maritim dunia melalui penyiapan kompetensi SDM riset di bidang kemaritiman,” ungkap Edy Giri Rahman Putra, Plt. Deputi Bidang SDM Iptek BRIN dalam sambutannya.
Bertemakan ‘Teknologi Kemaritiman dan Kebencanaan’, FGD ini menghadirkan narasumber dari berbagai pusat riset terkait kelautan dan kebencanaan serta sektor industri, yaitu PT. PAL Indonesia.
“Tujuan FGD ini untuk menjawab pertanyaan besar, yaitu bagaimana kondisi kemaritiman dan kebencanaan Indonesia pada saat ini dan masa mendatang” imbuh Edy Giri.
Infrastruktur kemaritiman terkait riset telah menyediakan lebih dari 200 galangan di Indonesia dengan sekitar 1.200 dock space.
“Laboratorium Hidrodinamika BRIN yang menjadi fasilitas riset hidrodinamika terbesar se-Asia Tenggara. Pusat riset terkait ekosistem kelautan BRIN juga dapat dimanfaatkan publik dan tersebar di bawah Pusat Riset BRIN,” terang Edy.
Dari sisi penyediaan SDM riset, menurut Edy, kerja sama pelatihan antar institusi maupun antar negara menjadi kunci penting. Melalui skema pembinaan, BRIN telah memiliki program pelatihan dan pendidikan yang bertujuan meningkatkan minat generasi muda menjadi SDM riset kemaritiman masa depan.
Bidang kemaritiman juga menyimpan potensi besar untuk berkontribusi pada blue economy melalui riset bio industri. Bioteknologi kelautan membuka lapangan kerja baru karena hadirnya penelitian untuk pembibitan, kontrol penyakit, pakan, dan kualitas air, yang mendorong tumbuhnya pasar untuk industri farmasi, kosmetika, pangan fungsional, dan bio energi.
Fahrurrozi, Kepala Pusat Riset Bio Industri Laut BRIN pada paparannya menyatakan bahwa riset bioteknologi mendukung ekonomi biru.
“Bioteknologi menunjang blue economy, sistem ekonomi yang tidak menghasilkan limbah, namun berpotensi membuka lapangan pekerjaan dengan memaksimalkan sumber daya tanpa meminta lebih dari bumi,” jelasnya.
“Jangan lupakan resiko ancaman bencana dibalik potensi dan letak strategis kemaritiman nusantara. Bencana kelautan menjadi salah satu tantangan besar jika melihat posisi dan rekam jejak aktifitas alam,” ujar Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari. “Sekali lagi, riset dan inovasi memilki peran dalam mengantisipasi resiko kebencanaan tersebut,” tegasnya.
Adrin juga menyampaikan bahwa tsunami telah terekam di Indonesia sejak tahun 416, dan menjadi bencana yang paling memberikan kerugian terbesar dalam jumlah jiwa dibandingkan bencana alam lainnya selama 10 tahun terakhir.
“Dalam hal antisipasi kebencanaan, BRIN telah mengembangkan early warning sistem tsunami dan teknologi modifikasi cuaca, yang terus didiseminasikan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan,” tuturnya.
Selain sistem peringatan dini tsunami, Adrin menjelaskan, teknologi penginderaan jauh (inderaja) juga telah memberikan kontribusi dalam pemantauan resiko kebencanaan perairan laut yang dikembangkan oleh Pusat Riset Penginderaan Jauh BRIN.
Di antaranya pemanfaatan inderaja untuk mengamati perairan dangkal, pergerakan badai, deteksi tumpahan minyak, dan deteksi sebaran kapal.
Sebagai informasi, optimalisasi teknologi kemaritiman dan antisipasi kebencanaan akan menjadi dasar perumusan kebijakan pengembangan SDM Iptek Kemaritiman. Rumusan ini terangkum dalam Kebijakan Kelautan Indonesia, yang menjadi satu-satunya Kebijakan Kelautan terpadu di ASEAN. [jat]