“PEB, ET dan SPB tidak akan diterbitkan walaupun batu bara sudah dimuat, dan batubara yang sudah dimuat mohon dikirimkan ke PLN”, kata Ridwan.
Selain rendahnya stok batubara dalam negeri, Ridwan mengatakan prakiraan cuaca ekstrem di Januari dan Februari, yang kerap mengganggu pasokan batu bara domestik, juga menjadi alasan penangguhan ini.
Baca Juga:
Pengguna Jasa di Pelabuhan Bungku Tolak Keras Pelayanan Jasa Angkutan Laut Dikembalikan ke Morowali Utara
DMO Tidak Tercapai?
Selama ini, keamanan pasokan batu bara domestik dilakukan melalui kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) dan Harga Tertinggi. Yang terakhir adalah Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang kewajiban pemenuhan batubara untuk kebutuhan dalam negeri, yaitu minimal 25% dari rencana produksi yang disetujui dan harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebesar US$70 per ton.
Pada tahun 2020, akibat dampak pandemi, realisasi konsumsi batu bara PLN turun signifikan dari 109 juta ton (RUPTL) ke 95,6 juta ton. Saat itu produksi batu bara Indonesia mencapai 565 juta ton.
Baca Juga:
Imbas Kecelakaan Bus di Ciater, Kemenhub Berencana Uji KIR Swasta hingga Tingkat Kabupaten
Sementara berdasarkan skenario optimis dalam RUPTL 2021-2030, kebutuhan batu bara PLN diperkirakan 116 juta ton (2021) dan 120 juta ton (2022). Jika produksi pada 2021 mencapai 600 juta ton, maka volume DMO sebesar 25 persen, yaitu sebesar 150 juta ton, harusnya mencukupi bagi kebutuhan domestik. Jika saat ini terjadi shortage, nampaknya perlu ada pembenahan manajemen rantai pasok batu bara domestik. [jat]