Jurnalmaritim.id | Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menerbitkan surat edaran Nomor UM.006/25/20/DA-2021 tentang larangan sementara pengapalan ekspor muatan batu bara.
“Surat ini ditujukan kepada para Direktur Utama Perusahaan Angkutan Laut Nasional dan para Direktur Utama Perusahaan Nasional Keagenan Kapal,” kata Arif Toha, Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
Baca Juga:
Pengguna Jasa di Pelabuhan Bungku Tolak Keras Pelayanan Jasa Angkutan Laut Dikembalikan ke Morowali Utara
Surat tersebut menindaklanjuti surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor B- 1605/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum, dan surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor B- 1611/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, tentang Pelarangan Penjualan Batubara ke Luar Negeri.
Menurut Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Mugen Sartoto, pihaknya sudah meminta kepada seluruh kepala syahbandar untuk tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) terhadap kapal yang mengangkut batu bara ke luar negeri.
“SPB sebagai instrumen terakhir kapal berlayar, hanya diberikan ketika muatan dan kapal sudah clear and clean dengan dokumen pendukungnya,” kata Capt. Mugen.
Baca Juga:
Imbas Kecelakaan Bus di Ciater, Kemenhub Berencana Uji KIR Swasta hingga Tingkat Kabupaten
Sebelumnya, PT PLN menginformasikan sejumlah PLTU milik PLN dan Independent Power Producer (IPP) akan mengalami critical shortage of coal mulai 5 Januari 2022, dan akan berdampak pada keandalan kelistrikan nasional.
Isu ini direspon segera oleh Pemerintah. Kementerian ESDM kemudian meminta pembekuan Eksportir Terdaftar (ET), menghentikan pelayanan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), dan menghentikan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk tujuan penjualan batu bara keluar negeri selama periode 1 Januari – 31 Januari 2022.
Dalam keterangannya pada 31 Desember 2021, Ridwan Djamaluddin, Direktur Jenderal Batubara dan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan semua produsen batu bara tidak bisa menjual ke luar negeri mulai 1-31 Januari.
“PEB, ET dan SPB tidak akan diterbitkan walaupun batu bara sudah dimuat, dan batubara yang sudah dimuat mohon dikirimkan ke PLN”, kata Ridwan.
Selain rendahnya stok batubara dalam negeri, Ridwan mengatakan prakiraan cuaca ekstrem di Januari dan Februari, yang kerap mengganggu pasokan batu bara domestik, juga menjadi alasan penangguhan ini.
DMO Tidak Tercapai?
Selama ini, keamanan pasokan batu bara domestik dilakukan melalui kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) dan Harga Tertinggi. Yang terakhir adalah Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang kewajiban pemenuhan batubara untuk kebutuhan dalam negeri, yaitu minimal 25% dari rencana produksi yang disetujui dan harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebesar US$70 per ton.
Pada tahun 2020, akibat dampak pandemi, realisasi konsumsi batu bara PLN turun signifikan dari 109 juta ton (RUPTL) ke 95,6 juta ton. Saat itu produksi batu bara Indonesia mencapai 565 juta ton.
Sementara berdasarkan skenario optimis dalam RUPTL 2021-2030, kebutuhan batu bara PLN diperkirakan 116 juta ton (2021) dan 120 juta ton (2022). Jika produksi pada 2021 mencapai 600 juta ton, maka volume DMO sebesar 25 persen, yaitu sebesar 150 juta ton, harusnya mencukupi bagi kebutuhan domestik. Jika saat ini terjadi shortage, nampaknya perlu ada pembenahan manajemen rantai pasok batu bara domestik. [jat]