"Berada di laut untuk waktu yang sangat lama itu sulit," katanya.
Di kondisi saat ini, hampir 9% pelaut sektor perdagangan telah terjebak di kapal mereka di luar masa kontrak, meningkat daripada bulan Mei yang mencapai 7%. Lama kontrak maksimum yang diperbolehkan adalah 11 bulan, sebagaimana ditetapkan oleh konvensi pelayaran PBB.
Baca Juga:
Buruh Bongkar Muat Diduga Tertimpa Semen, 1 Meninggal dan 3 Luka-luka
Saat kondisi normal, rata-rata sekitar 50.000 pelaut/bulan bergiliran bertugas. Tetapi jumlahnya sekarang hanya sebagian kecil dari itu, sebagaimana disampaikan oleh para pelaku industri. Walaupun angkanya belum pasti.
Krisis kru baru berasal dari pembatasan yang diberlakukan oleh negara-negara maritim utama di Asia termasuk Korea Selatan, Taiwan dan China, yang merupakan rumah bagi banyak pelabuhan peti kemas tersibuk di dunia.
Kepala Eksekutif Synergy Marine Group Rajesh Unni menyebut Asia benar-benar sedang berjuang. Satu-satunya negara yang dapat dikunjungi untuk melakukan pergantian awak rutin sampai batas tertentu adalah Jepang dan Singapura.
Baca Juga:
Nelayan Asal Banten Terdampar di Perairan Tasikmalaya Karena Kehabisan Solar
"Masalahnya adalah bahwa kita memiliki satu kelompok orang yang sangat ingin pulang karena mereka telah menyelesaikan masa kerja mereka, dan satu kelompok orang di darat yang sangat ingin kembali ke kapal untuk mencari nafkah," kata Rajesh. [jat]