Imam menambahkan bahwa mereka yang menjadi korban ada yang meninggal dunia, hilang, cacat dan selamat. Imam merinci dari 77 pengaduan tersebut, 44,16% adalah pengaduan ABK migran dan 55,84% adalah aduan ABK domestik.
“Hal yang paling sering menjadi pengaduan ABK adalah terkait gaji yang tidak dibayarkan, asuransi dan jaminan sosial dan penipuan,” jelasnya.
Baca Juga:
Tugboat Terbakar: Tiga ABK Alami Luka Bakar Parah di Kalimantan Tengah
Selain itu, pihaknya juga mengkritik lambannya respons pemerintah Indonesia dalam penyelesaian pengaduan yang dilaporkan awak kapal perikanan.
“Sebanyak 44,16% aduan ABK migran tidak direspons dan diselesaikan oleh Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan,” beber dia.
Selanjutnya, National Fishers Center mengapresiasi kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan yang sangat cepat menyelesaikan pengaduan ABK domestik. “Tingkat penyelesaian aduan oleh KKP cukup baik dan mencapai 55,84%,” tambahnya.
Baca Juga:
Pencarian ABK Tugboat yang Terbakar di Sungai Barito Dihentikan Setelah Sepuluh Hari
National Fishers Center adalah platform pengaduan awak kapal perikanan yang dikelola oleh DFW Indonesia dengan sistem online.
“Platform ini telah banyak dimanfaatkan oleh ABK migran maupun domestik, dan kami menerima aduan ABK Indonesia yang berada di Taiwan, Kepulauan Pasifik, Afrika, Muara Baru, Dobo, Benoa dan Bitung,” ungkap Imam.
Sementara itu, Koordinator DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan meminta pemerintah untuk mempertimbangkan ratifikasi Konvensi ILO 188/2007 tentang perlindungan bagi awak kapal perikanan.