Fisuelri.id | Secara resmi Indonesia telah menerima tongkat keketuaan ASEAN dari Kamboja pada 13 November 2022 saat KTT ASEAN ke-40 dan 41 di Phnom Penh, Kamboja.
Estafet keketuaan ini pun diserahkan langsung dari Perdana Menteri Hun Sen ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Namun, keketuaan Indonesia di ASEAN baru akan aktif per 1 Januari 2023 mendatang.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
“ASEAN harus menjadi kawasan yang bermartabat, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi,” tegas Jokowi, ketika menerima tongkat keketuaan, bulan lalu.
Sejauh ini, Indonesia sudah memilih tema, logo serta memaparkan visi dan misinya untuk setahun keketuaan ASEAN. Tak lepas dari itu, Indonesia juga memanggul beban cukup berat di keketuaan kali ini, karena adanya konflik Myanmar yang belum rampung.
Myanmar sendiri sudah tak diundang di berbagai pertemuan ASEAN sejak meletusnya kudeta pada 2021 silam. Kursi Myanmar selalu kosong selama hampir dua tahun terakhir ini.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Sama seperti saat memegang presidensi G20, Indonesia juga menanggung beban karena adanya perang Rusia dan Ukraina. Menjadi ketua ASEAN 2023, akankah Indonesia mengulang kesuksesan G20?
1. Tema yang merujuk pada pusat pertumbuhan di ASEAN
Keketuaan Indonesia di ASEAN pada 2023 mengambil tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam keterangan Kementerian Luar Negeri RI pada 23 November 2022 lalu mengatakan tema ini diambil dengan alasan Indonesia ingin menjadikan kawasan Asia Tenggara tetap menjadi pusat pertumbuhan.
“Indonesia menginginkan agar ASEAN tetap penting dan relevan, to make ASEAN Matters,” kata Retno.
Penting di sini yang dimaksud Retno adalah ASEAN harus bisa menjadi penting dan relevan ke dalam bagi rakyatnya sendiri dan penting serta relevan ke luar bagi kawasan Indo Pasifik dan dunia.
Untuk menjaga tren pertumbuhan ini, Retno sendiri ingin bahwa ASEAN harus tetap mampu menjadi motor stabilitas kawasan dan menjaga sentralitasnya, mampu menangani kejahatan-kejahatan lintas batas, memperkuat ketahanan kesehatan, energi, pangan dan keuangan.
“ASEAN juga harus terus memperhatikan kepentingan rakyatnya termasuk para pekerja dan pekerja migran, juga harus terus memberikan perhatian terhadap peningkatan proteksi dan promosi HAM serta lebih mendekatkan ASEAN dengan kepentingan rakyat,” ungkap Retno.
2. Logo keketuaan Indonesia di ASEAN 2023
Mengenai logo keketuaan Indonesia di ASEAN yang sudah dirilis oleh Jokowi di Kamboja, logo ini menggambarkan langit, gunung, laut dan bumi, serta burung Maleo sebagai salah satu kekayaan fauna Indonesia.
“Langit merupakan visualisasi dari merangkul, mengayomi. Gunung dan bumi merupakan visualisasi dari kekokohan dan kestabilan,” ucap Retno lagi.
Sementara, gunung juga disimbolkan sebagai simbol arah pertumbuhan yang optimis. Bentukan gunung bersifat layaknya sedang bertumbuh mengarah ke atas. Sebagai representasi arah, visualisasi tersebut memiliki arti membawa keseluruhan ASEAN bertumbuh ke arah yang lebih baik.
“Lautan, secara konseptual, merupakan penghubung dan pemersatu setiap pulau antar negara dalam kawasan. Simbolisasi fauna dengan profil burung Maleo merupakan representasi kekayaan hayati Nusantara karena Maleo merupakan burung khas endemik Sulawesi, Indonesia,” lanjut Retno.
Retno menjelaskan, bentuk keseluruhan simbol dalam logo tersebut sangat dinamis di mana ASEAN responsif dan adaptif merespon segala perubahan yang terjadi secara internal maupun eksternal.
3. Pertumbuhan ekonomi ASEAN di atas rata-rata
Sementara itu, Retno mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara masih berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia, di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini.
“Kita patut bersyukur di tengah ekonomi yang diproyeksikan terus menurun, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia,” tukas Retno.
Retno tak memungkiri bahwa kawasan Asia Tenggara memang pernah terkena dampak krisis keuangan yang cukup berat. Tetapi, setelah itu, Asia Tenggara memiliki kinerja ekonomi yang cukup kuat.
Tercatat pertumbuhan ekonomi ASEAN hampir selalu di atas rata-rata pertumbuhan dunia, antara lain:
Pada 2012 ASEAN : 6,2 persen, dunia : 2,7 persen
Pada 2015 ASEAN : 4,8 persen, dunia : 3,1 persen
Pada 2018 ASEAN : 5,2 persen, dunia : 3,3 persen
Pada 2019 ASEAN : 4,6 persen, dunia : 2,6 persen
“Proyeksi pertumbuhan kawasan ASEAN tahun 2022, sebesar 5,1 persen. Diprediksi lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 3,2 persen,” papar Retno.(jef)