Kini, ITB bekerja sama dengan PT Energy Management Indonesia sedang melakukan perancangan konseptual pabrik bensin sawit berkapasitas 50.000 ton/tahun.
Unit produksi ini dapat dikembangkan sebagai unit produksi yang dapat dibangun secara mandiri di sentra-sentra sawit yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Baca Juga:
Kasus Plagiarisme, Sejumlah Akademisi Berakhir Gelarnya Dicabut
Unit percontohan Bensa mengkonversi minyak sawit industrial (industrial vegetable oil, IVO) menjadi bensin sawit melalui proses perengkahan yang dikembangkan oleh Pusat Rekayasa Katalisis ITB (PRK ITB), Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis ITB (LTRKK ITB), Program studi Teknik Bioenergi dan Kemurgi (TBE) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Subagjo.
Proses konversi IVO menjadi bensin sawit dilaksanakan dalam reaktor menggunakan katalis berbasis zeolit yang juga dikembangkan oleh PRK ITB dan LTRKK ITB.
IVO, kata dia, dipakai sebagai bahan baku untuk membuat Bensa di unit percontohan produksi bensa. Sementara konversi IVO menjadi bensin membutuhkan katalisator, sehingga perlu reaktor yang memproduksi katalis.
Baca Juga:
ParagonCorp Bersama ITB Dukung 'Limitless Education' Bagi Anak Muda
“Dengan dana dari BPDPKS kita juga membuat set unit reaktor untuk memproduksi katalisnya. Pabrik Katalis dengan skala 40-50 kg per batch ditempatkan di Kampus ITB Ganesa ,” ujar Melia.
Formula dan prosedur pembuatan katalis merupakan hasil penelitian Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung.
Bensin dari sawit ini memiliki nilai Research Octane Number, RON 105-112, artinya sangat tinggi. Maka, dijelaskan Melia, produknya bisa dicampur dengan nafta yang dihasilkan dari minyak fosil.