Fisuelri.id | Chairman South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI), Silmy Karim menyebut bahwa ASEAN memainkan peran penting dalam perekonomian dunia saat ini. Dia pun optimistis ASEAN akan menjadi salah satu ekonomi paling menjanjikan di dunia.
Hal ini disampaikan Silmy saat membuka acara SEAISI 2022 Mega Event and Expo di Malaysia.
Baca Juga:
Destinasi Hits Terbaru Indonesia, 5.000 Wisatawan Serbu IKN Setiap Hari
Acara yang diselenggarakan pada 14-18 November 2022 di Malaysia ini merupakan ajang pertemuan ketua asosiasi dan profesional industri baja. Di dalamnya membahas dan memberikan resolusi atas isu-isu industri baja di regional.
Menurut Silmy, ukuran ekonomi agregat negara-negara ASEAN adalah US$ 3,2 triliun atau terbesar kelima di dunia, dan akan menjadi yang terbesar keempat pada 2030.
Oleh karena itu, saat ini menjadi momen strategis di tengah krisis keuangan global yang akan datang dan sudah terjadi di beberapa bagian negara dunia.
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
Berdasarkan IMF, Japan Center of Economic Research (JCER), dan Nikkei Asia, PDB dari lima ekonomi terbesar ASEAN akan tumbuh 4,3-4,4% pada 2022.
Sementara itu, ekonom lain memperkirakan pertumbuhan rata-rata 5% untuk lima negara yakni, Indonesia tumbuh 5,1%, Malaysia 6,9%, Filipina 6,5%, Singapura 3,8%, dan Thailand 3,2%.
"Sebagai asosiasi yang mewakili regional di Asia Tenggara, kita patut gembira bahwa permintaan baja ASEAN di tahun 2030 diproyeksikan memberikan kontribusi 40% dari permintaan baja global. Ini adalah sebuah peluang baik bagi produsen baja di Asia Tenggara," jelas Silmy dikutip dari keterangannya, Jumat (18/11/2022).
World Steel Association memproyeksikan permintaan baja ASEAN pada 2022 mencapai 76,1 juta metrik ton atau naik 4,8% dari 72,6 juta metrik ton pada 2021. Adapun SEAISI memproyeksikan permintaan baja ASEAN mencapai 80,8 juta metrik ton.
Di sisi lain, ASEAN masih menjadi net importir baja karena jumlah impor baja terus meningkat setiap tahunnya.
Silmy menambahkan, diperkirakan lebih dari 46 juta metrik ton kapasitas produksi baja direncanakan diinvestasikan di ASEAN.
Adapun negara China sebagai investor terbesar yang menyumbang 41 juta metrik ton kapasitas produksi baja di periode hingga 2030.
"Hal ini akan menurunkan gap supply-demand baja dan impor baja sebesar 35-44% di tahun 2030," ujar dia.
Berdasarkan data World Steel Association, produksi baja dunia meningkat 10 kali lipat sejak 1950. Sedangkan khusus wilayah ASEAN, produksi baja mentah meningkat 2,7 kali lipat menjadi 32 juta metrik ton selama 1 dekade hingga 2021.
Di saat bersamaan, produksi bahan baku baja pig iron juga meningkat mencapai 23 juta metrik ton hingga periode 2021.
"Produksi baja yang diperkirakan tumbuh 1% setiap tahunnya selama 30 tahun ke depan ini akan mencapai jumlah produksi baja sebanyak 2,2 hingga 2,4 miliar metrik ton di 2050. Sedangkan produksi baja mentah China akan mencapai puncaknya di periode 2020-2030. Jumlah ini harus kita perhitungkan penyerapannya di masing-masing negara," pungkas dia.(jef)