Berkatnews.id | Rancangan Perda Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda TKR) DKI Jakarta dinilai patut mengedepankan unsur independensi, partisipatif, keterbukaan, dan keberimbangan. 						
					
						
						
							Publik, khususnya konsumen produk olahan tembakau, merasa khawatir dengan upaya perampungan Ranperda KTR di DKI Jakarta ini.						
					
						
							
								
								
									Baca Juga:
									Anggota DPRD DKI Ade Suherman Ingatkan Efisiensi Anggaran Jangan Kurangi Pelayanan Transportasi
								
								
									
										
	
									
								
							
						
						
							Ketua Divisi Advokasi dan Pendidikan Konsumen Pakta Konsumen Ary Fatanen mengatakan, konsumen adalah objek yang disasar dalam Ranperda KTR DKI Jakarta. 						
					
						
						
							Sayangnya Pemprov DKI Jakarta sebagai inisiator ranperda ini seakan menjadikan konsumen sebagai golongan warga yang tak perlu dilibatkan.						
					
						
						
							"Jangan sampai regulasi bagi ekosistem pertembakauan ini cacat proses hukum, tidak adil, dan tidak mengakomodir hak konsumen," kata dia dalam diskusi di Jakarta, Rabu, 27 Juli 2022.						
					
						
							
								
								
									Baca Juga:
									Sepanjang Oktober 2025 Tidak Ada Potensi Banjir Rob di Jakarta
								
								
									
	
								
							
						
						
							Ia menambahkan, sejauh ini konsumen dibebani banyak kewajiban. Mulai dari kewajiban cukai hasil tembakau kewajiban menaati aturan terkait aktivitas hingga sampai proses dan akses mendapatkan produk. 						
					
						
						
							Ary menyebutkan, konsumen minimal berhak mendapatkan draft informasi yang poin-poin utama dalam Ranperda KTR ini.						
					
						
						
							"Untuk diketahui, pajak rokok menyumbang Rp339,63 miliar terhadap PAD DKI Jakarta di semester I tahun ini. Secara nilai lebih besar daripada pajak parkir sebesar Rp191,68 miliar. Oleh karena itu sumbangsih tembakau bagi PAD Jakarta cukup signifikan, sehingga keterlibatan konsumen (publik) wajib diikutsertakan," ujar dia.