Berkatnews.id | Rancangan Perda Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda TKR) DKI Jakarta dinilai patut mengedepankan unsur independensi, partisipatif, keterbukaan, dan keberimbangan.
Publik, khususnya konsumen produk olahan tembakau, merasa khawatir dengan upaya perampungan Ranperda KTR di DKI Jakarta ini.
Baca Juga:
Pj Gubernur DKI Minta Percepatan Pembangunan Tanggul Laut Cegah Rob Utara
Ketua Divisi Advokasi dan Pendidikan Konsumen Pakta Konsumen Ary Fatanen mengatakan, konsumen adalah objek yang disasar dalam Ranperda KTR DKI Jakarta.
Sayangnya Pemprov DKI Jakarta sebagai inisiator ranperda ini seakan menjadikan konsumen sebagai golongan warga yang tak perlu dilibatkan.
"Jangan sampai regulasi bagi ekosistem pertembakauan ini cacat proses hukum, tidak adil, dan tidak mengakomodir hak konsumen," kata dia dalam diskusi di Jakarta, Rabu, 27 Juli 2022.
Baca Juga:
Tips Aman Gunakan Listrik Saat Ditinggal Liburan
Ia menambahkan, sejauh ini konsumen dibebani banyak kewajiban. Mulai dari kewajiban cukai hasil tembakau kewajiban menaati aturan terkait aktivitas hingga sampai proses dan akses mendapatkan produk.
Ary menyebutkan, konsumen minimal berhak mendapatkan draft informasi yang poin-poin utama dalam Ranperda KTR ini.
"Untuk diketahui, pajak rokok menyumbang Rp339,63 miliar terhadap PAD DKI Jakarta di semester I tahun ini. Secara nilai lebih besar daripada pajak parkir sebesar Rp191,68 miliar. Oleh karena itu sumbangsih tembakau bagi PAD Jakarta cukup signifikan, sehingga keterlibatan konsumen (publik) wajib diikutsertakan," ujar dia.
Hak konsumen dalam partisipatif kebijakan, lanjut Ary, baik secara konstitusional maupun secara politik, telah dikebiri.
Ketika konsumen akan dan telah memenuhi kewajibannya, maka secara seimbang, konsumen juga membutuhkan perlindungan dan pemenuhan hak, seperti hak mendapatkan ruang yang aman dan nyaman.
"Kami konsumen punya hak partisipasi dalam kebijakan publik tapi kami tidak dilibatkan. Kami tidak keberatan ketika aktivitas kami diatur tapi tolong diberi ruang, fasilitas yang sesuai dan akses," tegas Ary.
Senada, sebagai bagian dari mata rantai ekosistem pertembakauan, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menyebut pihaknya tidak anti regulasi.
Namun yang patut dipertanyakan adalah proses perjalanan pembuatan kebijakan dan substansi kebijakan itu sendiri.
"DKI Jakarta sudah punya berbagai peraturan terkait larangan produk tembakau, penjualan produk tembakau, pajak rokok sampai yang terbaru adalah Sergub DKI Nomor 8 Tahun 2021. AMTI menyikapi perihal seluruh regulasi ini, implementasi masih banyak cacatnya. Ini yang perlu dievaluasi," kata Sekjen AMTI Hananto Wibisono.
Dari sisi legislatif, Ketua Fraksi PDI-P Gembong Warsono menyadari, pembentukan dan materi muatan Ranperda KTR DKI Jakarta wajib berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan asas hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini, haruslah sesuai dengan prinsip aturan yang tertuang di atasnya.
"Secara proses, penyusunan Ranperda KTR DKI Jakarta harus disusun secara matang, tidak bisa dikebut. Karena naskah akademiknya belum masuk ke DPRD DKI Jakarta. Secara rasional tahapannya panjang dan dalam pasal-pasalnya harus bisa mengakomodir seluruh pihak," ungkapnya.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah juga turut serta memberikan pandangan dan kajian ilmiah terhadap Kawasan Tanpa Rokok.
Seperti yang dilakukan Universitas Trisakti, telah merampungkan draf naskah akademik lengkap terkait Ranperda Kawasan Tanpa Rokok DKI Jakarta.
Untuk mewujudkan perda yang berkualitas, Trubus menyebut, haruslah disusun dan melibatkan pihak-pihak yang ahli di bidangnya.
Unsur partisipasi publik hingga respon masyarakat harus ditinjau. Dengan begitu, ketika diimplementasikan tidak ada gejolak-gejolak di masyarakat.
"Dan yang paling pokok dari sisi kebijakan publik, kebijakan itu harus memuat unsur keterbukaan publik. Apakah ada kepentingan ekonomi, kepentingan pemerintah, kepentingan publik, kepentingan politik, harus dibuat berimbang. Sudah banyak perda KTR yang mirip, copy paste," pungkasnya. [jat]